Demikian permintaan sejumlah tokoh Papua serta Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang disampaikan kepada anggota Dewan Pertimbangan Presiden Albert Hasibuan, Selasa (3/7).
”Saya meminta supaya rasa aman dan kenyamanan di Papua dikembalikan,” kata Ketua Sinode Gereja Kingmi Papua Beny Giay di Gedung Wantimpres belakang Gedung Bina Graha, kompleks Istana Kepresidenan.
Menurut Beny, berbagai pernyataan, pidato, ataupun instruksi Presiden tentang Papua patut diapresiasi. Namun sayangnya, kenyataan yang dihadapi di lapangan justru bertolak belakang.
Dalam hal kesejahteraan rakyat Papua misalnya, menurut
Kondisi sejumlah kota di Papua, sejak akhir Mei hingga sekarang, juga dihantui rasa tidak aman. Hampir setiap hari terjadi penembakan dan belum terungkap tuntas siapa pelakunya. Bahkan, berkembang isu yang meresahkan masyarakat yang menyebutkan akan adanya gerakan menyerang masyarakat pendatang.
Sekretaris Eksekutif Forum Kerja LSM Papua Septer Manufandu menyatakan, meskipun jumlah aparat keamanan di Papua cukup signifikan, mereka belum mampu menghadirkan rasa aman. Oleh karena itu, ia meminta sistem pengamanan dan pendekatan keamanan yang dijalankan di Papua tersebut dievaluasi.
Di sisi lain, Septer menilai, kebijakan pemberian dana otonomi khusus yang mencapai puluhan triliun rupiah ternyata tidak cukup signifikan menyelesaikan persoalan keamanan dan kesejahteraan di Papua. Karena itu, ia meminta dialog damai yang mempertemukan pemerintah dengan pihak yang menginginkan kemerdekaan di Papua dapat segera terwujud.
”Dialog harus dapat mempertemukan dua posisi yang berbeda, yakni pemerintah yang menyatakan NKRI harga mati dan pihak yang juga mengatakan Papua merdeka harga mati,” kata Septer.
Wakil Koordinator Kontras Indria Fernida menyatakan, hingga saat ini belum terlihat adanya penyelesaian komprehensif dari pemerintah atas persoalan di Papua. Penegakan hukum dan keamanan di Papua seharusnya menjadi perhatian serius bagi Presiden.