Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jaksa Minta Hakim Tolak Eksepsi Wa Ode

Kompas.com - 26/06/2012, 19:58 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Tim jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi meminta majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menolak nota keberatan (eksepsi) yang diajukan pihak terdakwa Wa Ode Nurhayati. Hal itu termuat dalam tanggapan jaksa atas eksepsi yang dibacakan dalam persidangan di Pengadilan Tipikor, Selasa (26/6/2012).

"Kami mohon kepada majelis hakim yang mengadili perkara ini memutuskan, menetapkan eksepsi terdakwa dan kuasa hukum tidak dapat diterima dan ditolak," kata jaksa Ahmad Burhanudin.

Tim jaksa juga meminta majelis hakim menyatakan bahwa surat dakwaan yang disusun jaksa KPK telah seusai sehingga dapat dijadikan dasar pemeriksaan perkara. Jaksa menilai sebagian besar eksepsi yang diajukan Wa Ode maupun tim pengacaranya sudah masuk materi pokok perkara yang masih harus dibuktikan kebenarannya melalui proses persidangan. Dengan demikian, eksepsi tersebut harus ditolak.

Salah satu bagian eksepsi Wa Ode yang dianggap masuk pokok perkara adalah pernyataannya yang mengklaim bahwa uang Rp 50,5 miliar di rekening Wa Ode merupakan hasil usahanya sejak Oktober 2010. "Pendapat jaksa, alasan tersebut masih perlu diuji kebenarannya dalam pemeriksaan persidangan. Alasan tersebut sudah masuk pokok perkara, bukan alasan eksepsi, kami keberatan, sehingga harus ditolak," kata jaksa Malino Spranduk.

Selain itu, jaksa menolak sejumlah poin eksepsi tim pengacara Wa Ode, salah satunya soal anggapan pengacara yang menilai surat dakwaan jaksa manipulatif. Dalam eksepsi yang dibacakan pekan lalu, tim pengacara menilai bunyi surat dakwaan yang mengatakan Wa Ode melakukan pertemuan dengan Fahd A Rafiq dan meminta komisi lima persen terkait pengalokasian Dana Penyesuaian Infrastruktur Daerah (DPID), manipulatif. Menurut pengacara, hal tersebut tidak didasarkan pada fakta hukum. Menurut jaksa, alasan tersebut masih berupa pendapat sehingga perlu diuji kebenarannya. "Maka eksepsi tersebut tidak dapat diterima," ujar jaksa Tri.

Jaksa juga menolak poin eksepsi tim pengacara yang mengatakan bahwa penetapan Wa Ode sebagai tersangka, yang tidak didahului pemeriksaan terhadap Wa Ode, telah melanggar hak-hak seseorang. "Penetapan tersangka tanpa melalui pemeriksaan tidak menyalahi hukum bila belum dilakukan pemeriksaan karena bisa saja penyidikan dilakukan sebelum ditemukan tersangkanya," ujar jaksa Jaya Sitompul.

Menurut jaksa, selama proses penyidikan KPK, tidak ada hak Wa Ode yang dilanggar penyidik. Selama proses penyidikan, Wa Ode selalu didampingi penasehat hukum. "Juga ditanya apakah menghendaki saksi yang dianggap menguntungkan baginya," tambah Jaya.

Jaksa juga menolak poin eksepsi pengacara Wa Ode yang keberatan atas penyitaan harta dalam rekening. Dalam eksepsinya, tim pengacara menilai KPK telah melampaui kewenangannya dengan menyita uang Wa Ode. Menurut jaksa, asal-usul uang tersebut harus dibuktikan terlebih dahulu melalui proses persidangan sehingga eksepsi harus ditolak dan majelis hakim melanjutkan pemeriksaan perkara.

Tim jaksa penuntut umum KPK sebelumnya mendakwa Wa Ode menerima suap Rp 6,25 miliar dari empat pengusaha terkait pengalokasian DPID. Wa Ode juga didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang terkait kepemilikan uang Rp 50,5 miliar dalam rekeningnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

    Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

    Nasional
    LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

    LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

    Nasional
    MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

    MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

    Nasional
    PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

    PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

    Nasional
    Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

    Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

    Nasional
    Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

    Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

    Nasional
    'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

    "Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

    Nasional
    Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

    Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

    Nasional
    Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

    Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

    Nasional
    Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

    Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

    Nasional
    Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

    Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

    Nasional
    PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

    PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

    Nasional
    Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

    Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

    Nasional
    Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

    Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

    Nasional
    Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

    Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com