Rio de Janeiro, Kompas-
”Dulu saya ketika masih anak-anak kalau makan telur ayam satu butir dibagi empat dengan saudara-saudara saya. Namun, sekarang kalau hanya satu terasa kurang. Ini bukan berarti negeri saya gagal memenuhi kebutuhan dua telur bagi saya, tetapi tuntutan hidup saya atau kebanyakan orang di Indonesia meningkat,” ujar Hatta di Rio de Janeiro, Brasil, Kamis (21/6) malam waktu setempat atau Jumat.
Hatta mengatakan hal tersebut menanggapi publikasi Indeks Negara Gagal (Failed States Index/FSI) 2012 yang menempatkan Indonesia di urutan ke-63 dari 178 negara. Indonesia masuk kategori negara dalam bahaya.
Wartawan
Ia juga mengkritik siaransiaran televisi yang kini ditangkap di luar negeri yang memuat siaran-siaran buruk. ”Itu, kan, sama saja dengan memercik air di dulang, tepercik muka sendiri,” ujar Hatta yang sedang mendampingi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menghadiri acara Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Rio+20 di Rio de Janeiro.
Menurut Hatta, kini semakin banyak pemimpin negara lain yang memuji kemajuan ekonomi Indonesia. ”Di dua KTT yang kami ikuti bersama, yakni KTT G-20 dan KTT Rio+20, kami dipuji dalam menghadapi krisis ekonomi global dan meningkatnya kelas menengah yang sangat pesat,” ujarnya.
Peneliti senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Indria Samego, di Jakarta, Kamis, mengatakan, pemerintah sebaiknya tidak perlu menyangkal publikasi yang menyebut Indonesia termasuk dalam negara gagal. Justru publikasi tersebut harus memicu Indonesia untuk segera membenahi berbagai hal yang dianggap gagal.
”Bahwa Indonesia masuk dalam publikasi itu harus direnungkan. Pemerintah tidak perlu melakukan eufemisme atau penghalusan dengan mengatakan bahwa Indonesia bukan negara gagal, melainkan negara yang sedang membangun,” kata Indria.
Menurut Indria, yang harus dilakukan segera untuk menjawab publikasi tersebut adalah dengan melakukan pembenahan, misalnya penegakan hukum tak perlu diperdebatkan. Hukum di Indonesia dikenal tajam ke bawah, tetapi tumpul ke atas. Ketidakadilan semacam inilah yang dirasakan warga masyarakat. Persoalan minoritas dan mayoritas juga tidak kunjung tuntas.