JAKARTA, KOMPAS.com — Putusan Mahkamah Konstitusi yang memosisikan wakil menteri tak lagi pejabat karier sebaiknya diterapkan secara hati-hati oleh Presiden. Sekalipun kini wakil menteri merupakan jabatan politik, sebaiknya Presiden tak perlu menggunakan hak itu.
"Ataupun bila tetap mau dipergunakan, sebaiknya itu dilakukan dengan terbatas dan efisien sehingga tidak perlu mengundang pemborosan uang negara," ujar Direktur Eksekutif Lingkar Madani untuk Indonesia (LIMA) Ahmad Fauzi Ray Rangkuti, Rabu (6/6/2012).
Menurut Ray, penempatan wakil menteri akan mengundang parpol untuk saling sikut demi memperoleh posisi itu. Hal itu justru akan mengundang keributan politik yang tak berguna.
Dalam sidangnya pada Selasa (5/6/2012) siang, MK memutuskan bahwa penjelasan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara yang menyatakan bahwa wakil menteri adalah pejabat karier dan bukan anggota kabinet bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak berkekuatan hukum mengikat.
Ray juga berharap, sudah selayaknya Presiden sesegera mungkin mngeluarkan keputusan penonaktifan seluruh wakil menteri yang telah diangkat sebelumnya. Putusan MK harus dieksekusi dengan cepat. Hanya langkah cepat itulah yang memperlihatkan sikap menghormati putusan MK pada praktiknya.
"Pernyataan Presiden yang mengungkapkan rasa terima kasihnya atas putusan MK tersebut harus dibuktikan langkah nyata dan pasti. Jangan sebatas retorika. Setidaknya dalam tiga hari ini Presiden telah menerbitkan keputusan penonaktifan seluruh wamen yang ada," pungkas Ray.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.