Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Inggit Garnasih, Sosok di Balik Suksesnya Bung Karno

Kompas.com - 05/06/2012, 18:57 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Kalau Kusno berani mengatakan 'Tidak' kepada kolonialisme dan imperialisme, mengapa aku mesti tidak berani mengucapkan kata yang sama padanya ketika ia ingin menjadikan perempuan sebagai koloni-koloni lelaki?

Duduklah Happy Salma mengenakan kebaya putih. Di belakangnya, tirai putih menjuntai, samar-samar memperlihatkan sebuah ranjang di dalamnya. Sementara itu tak jauh dari kursinya, sebuah meja panjang berdiri kokoh. Terdapat foto lama dari sosok Soekarno, yang biasa dipanggil Kusno oleh istri keduanya, Inggit Garnasih.

Ada Inggit Ganarsih dalam diri Happy Salma yang membawakan kisah seorang Inggit mendampingi Soekarno selama 20 tahun lewat "Monolog Inggit". Penampilan apik Happy berhasil memukau penonton di Gedung Salihara, Senin (4/6/2012) malam.

Dalam monolog yang berlangsung dua jam tanpa jeda itu, Happy Salma begitu menjiwai sosok Inggit yang hilang dari ingatan sejarah bangsa Indonesia. Padahal, Inggit mempunyai peranan penting di balik perjuangan kemerdekaan Indonesia, yang mengantar Soekarno ke gerbang kejayaannya, yang membentuk Soekarno menjadi sosok yang kita kenal.

"Diri saya juga bukan sebuah koloni," ia kemudian beranjak. "Walaupun saya menikahi Fat, kau tetap istri utama, wanita utama," ia meniru ucapan Soekarno pada waktu itu, saat meminta izin pada Inggit untuk menikahi Fatima.

Ratusan penonton dibawa larut dalam kisah yang begitu menyentuh mulai dari perkenalan Inggit, yang kala itu masih berstatus istri Sanusi, dengan Soekarno yang masih remaja dan akan menempuh sekolah di Technische Hogeschool, yang kini bernama Institut Teknologi Bandung (ITB).

Saat itu Soekarno masih berstatus suami dari Utari, putri dari HOS Cokroaminoto yang juga sahabat dari Sanusi atau biasa dipanggil Kang Uci.

Kadang duduk atau sambil berjalan, dengan mata menerawang penuh penghayatan, Happy menceritakan kenangan-kenangan saat hubungan Inggit semakin intim dengan Soekarno, apalagi setelah Soekarno bercerai dengan Utari.

Bukan lagi layaknya ibu dan anak, tetapi dua manusia yang terpaut 13 tahun itu, tak dapat lagi menyangkal benih-benih cinta yang tumbuh di antara keduanya.

"Gusti, apa yang terjadi di rumah ini," teriak Happy yang bersimpuh di atas ranjang saat Soekarno berniat menikahi Inggit.

Akhirnya, terjadilah pernikahan itu ketika Soekarno mengutarakan niatnya kepada suami Inggit, Kang Uci. Inggit diceraikan Kang Uci, dan setelah masa indah berakhir, Kang Uci sendirilah yang menjadi wali nikahnya.

"Ku Antar Kau Ke Gerbang"
"Soekarno tegakkan dirimu, ingat cita-citamu" ucap Inggit kepada Soekarno yang saat itu sudah ingin menyerah.

Sejak menjadi istri Soekarno, Inggit tidak hanya mengurus Soekarno layaknya seorang istri, tetapi ia mempunyai peranan penting dalam perjuangan Soekarno merebut kemerdekaan Indonesia.

Inggit menjadi bagian dalam banyak peristiwa besar. Mulai dari saat Soekarno mendirikan Partai Nasional Indonesia (PNI) di Bandung pada 4 Juli 1927, mendampingi Soekarno berpidato dan menghimpun kekuatan di beberapa daerah.

Bahkan saat Soekarno dipenjara, Inggitlah yang diam-diam menyelipkan buku-buku di dalam kebayanya agar Soekarno tetap bersemangat. Ia harus menempuh perjalanan 10 kilometer dengan berjalan kaki menuju penjara di Sukamiskin.

Dan lewat buku-buku yang dikirimnya, terdapat bekas lubang jarum, seperti huruf braille, sehingga Soekarno dapat terus megetahui berita perkembangan di luar. Dari situ, lahirlah Indonesia Menggugat.

Selama menjadi istri Soekarno, Inggit juga yang mencari nafkah dengan meracik jamu dan membuat bedak. Ia yang membiayai Soekarno dari sekolah hingga selama berjuang.

Saat Soekarno diasingkan di Ende, sebuah tempat terpencil di Pulau Flores, Inggit setia mendampingi suaminya. Mereka memboyong serta Ibunda Inggit yang bernama Amsi serta anak angkat mereka, Ratna Juami. Di tempat pembuangan itu pula, Ibunda Inggit meninggal dunia dan juga mendapatkan anak angkat lainnya, Kartika.

Pada pembuangan selanjutnya ke Bengkulu, Inggit dan anak-anak angkatnya pun menemani Soekarno. Dan di situlah terjadi guncangan dalam rumah tangga mereka, sejak kehadiran Fatmawati.

"Inggit, kau adalah tulang punggungku, tangan kananku. Tetapi aku lelaki, aku ingin merasakan menjadi ayah," ucap Kusno saat mengutarakan keinginannya menikahi Fatima yang saat itu berusia 17 tahun.

Dengan tegas, Inggit menolak untuk dimadu. Soekarno pun mengalah sampai akhirnya mereka kembali diasingkan di Padang, dan berhasil kembali ke tanah Jawa, Jakarta, saat Jepang memasuki Hindia Belanda.

Namun, ketegangan kerap terjadi di antara keduanya. Inggit akhirnya merelakan suaminya menikahi Fatima. Inggit yang menolak dipoligami, memilih bercerai dan kembali pada keseharian hidupnya, meracik jamu, membuat bedak, dan berjualan. Mandiri dan tetap sederhana sampai akhir hidupnya.

Inggit memilih hidupnya sendiri ketika Soekarno ada di pintu gerbang kemerdekaan Indonesia, dipuja, dieluk-elukan sejarah.

Selesai sudah tugas saya sebagai istri dan sebagai seorang perempuan, saya sudah mengambil hak saya untuk berkata tidak pada seorang laki-laki yang bernama Kusno.

“Tapi, ada satu hal yang ingin saya sampaikan. Sampai kapan pun, saya akan tetap mencintainya,” ujar Inggit.

Yang Terlupakan
"Monolog Inggit" yang dilakukan oleh Happy Salma berhasil dilakukan dengan penuh penghayatan selama dua jam tanpa jeda.

Tata cahaya, iringan musik sunda, dan visualisasi yang muncul di tirai besar membuat pergelaran tersebut semakin hidup. Membuat penonton semakin larut dalam kisah Inggit.

Dan lewat arahan Wawan Sofwan selaku sutradara, Ahda Imran selaku penulis naskah, Drs Sunaryo sebagai penata artistik, dan Deden Siswanto sebagai penata kostum, "Monolog Inggit" tidak hanya menjadi sebuah pertunjukan hiburan, tetapi juga mengungkap sosok bersejarah yang nyaris terlupakan.

Sumber data mengenai Inggit Garnasih yang sangat langka menunjukkan bahwa sosok wanita asli Sunda tersebut memang terlupakan dari sejarah.

"Satu-satunya sumber hanya buku Ku Antar Kau Ke Gerbang karya Ramadhan KH, di luar itu tidak ada lagi," kata penulis naskah, Ahda Imran.

Sementara itu, Happy Salma berharap penonton yang menyaksikan monolog tadi dapat membawa pulang makna dari kisah srikandi yang terlupakan.

"Lewat pementasan ini, ingin memberi ruang kepada siapa pun, bahwa sejarah itu ada proses. Kemerdekaan itu tidak serta merta juga. Sebelum seseorang memproklamasikan kemerdekaan itu ada perempuan di sampingnya," kata Happy.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com