Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Alangkah "Parah"-nya Pertimbangan Itu

Kompas.com - 04/06/2012, 02:27 WIB

ADI ANDOJO SOETJIPTO

Pemberian grasi terhadap terpidana narkotika warga negara asing bernama Schapelle Corby membuat saya terenyak. Betapa ”parah”-nya kita bangsa Indonesia sampai terjebak membuat keputusan yang sangat merugikan masa depan bangsa yang sedang giat-giatnya membangun.

Kalau dikatakan ada 50.000 orang meninggal setiap tahun akibat mengonsumsi narkotika, marilah secara bodoh-bodohan kita analisis akibat dari pemberian grasi selama lima tahun itu. Berarti ada lima kali 50.000 orang meninggal, sama dengan 250.000 orang mati. Kalau yang mati itu berusia di bawah 20 tahun, berarti kita kehilangan generasi muda potensial untuk membangun bangsa. Mereka mungkin kalau hidup akan menjadi orang-orang yang otaknya brilian, yang bisa menciptakan karya-karya monumental di segala bidang dan bisa menjadikan negara ini hebat dan disegani bangsa lain.

Banyak kehilangan

Mengenai 250.000 orang yang meninggal ini, juga bisa kita analisis dengan cara lain. Berapa hektar luas tanah yang harus digunakan untuk mengubur mayat mereka. Tanah seluas itu bisa kita gunakan untuk yang lebih bermanfaat.

Lalu, berapa meter kain kafan untuk mengafani mayat-mayat mereka. Pasti ribuan meter. Sayang, mestinya kain-kain itu nilainya bisa untuk memberi pakaian orang-orang miskin.

Belum kalau kita berpikir soal peti jenazah. Katakanlah kalau semua mayat itu dikubur memakai peti jenazah. Berapa meter kubik kayu yang kita gunakan untuk membuat peti-peti itu. Hutan kita bisa gundul, yang menyebabkan banjir terjadi di mana- mana dan kesengsaraan menimpa rakyat banyak. Padahal, kayu-kayu untuk membuat peti itu bisa kita gunakan untuk membangun sekolah-sekolah yang rusak atau jembatan-jembatan di desa yang ambruk.

Konon, keputusan untuk memberikan grasi merupakan salah satu pilihan dari banyak pilihan yang paling sulit. Lagi pula, sudah mendapat pertimbangan dari Mahkamah Agung.

Saya dulu, sewaktu masih aktif sebagai Ketua Muda Bidang Pidana, tugas saya juga memberikan pertimbangan itu sebagai masukan bagi Ketua Mahkamah Agung. Kala itu, untuk permohonan grasi bagi narapidana pembunuhan, koruptor, dan narkotika, saya selalu menyarankan untuk ditolak.

Sekarang saya tidak mengerti mengapa Mahkamah Agung memberikan advis untuk mengabulkan, sedangkan saat ini sudah ada keputusan Menteri Hukum dan HAM soal moratorium untuk pemberian remisi bagi narapidana kasus narkotika.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com