Agak sulit membayangkan dunia tanpa Lady Gaga sekarang. Era yang disebut era digital ini tidaklah mandul. Dia melahirkan putrinya, yang telah mengganti nama kelahirannya menjadi Lady Gaga. Musiknya yang dikategorikan techno,
Sejak debut albumnya, The Fame (2008), Lady Gaga telah secara eksplisit menyatakan apa yang hendak dicapainya. Dia ungkapkan persepsinya mengenai arti ”fame” (ketersohoran) yang melanda umat dunia yang kian narsis sekarang. Baginya, ”fame” berbeda dari ”the fame”. ”Fame” secara umum hanya merupakan ketersohoran, popularitas, sebagai sesuatu yang dicari-cari, dipuja, tanpa peduli prosesnya. Asal kaya, asal gila belanja, asal tak malu mengumbar narsisme, Anda bisa terkenal.
Itu berbeda dibanding ”the
Seribu persen dia sadar melakukannya. Kesadaran itu bisa dilihat dari rentetan pernyataannya, ia ingin mendudukkan kembali kebudayaan pop pada tempatnya yang terhormat. Selama ini, menurut dia, teramat banyak distorsi, termasuk dalam ideologi budaya pinggiran di mana apa yang disebut ”lowbrow” yang sebenarnya telah terkomodifikasi.
Yang ia puja bukan setan, melainkan Andy Warhol, ikon pop art di Amerika pada zamannya. Kepada koran Guardian dia pernah bilang: ”Saya berusaha keras untuk menjadi Warhol perempuan. Saya ingin membikin film, musik, fotografi, melukis suatu hari nanti, membikin museum instalasi seni....”
Kalau dulu Warhol di New York membentuk markas bernama Factory, kini Lady Gaga bersama tim kreatifnya membentuk Haus of Gaga. Berbeda dibanding Warhol yang dulu cuma dikelilingi teman-teman dekat yakni para jetset, dengan Haus of Gaga, Lady Gaga menyatakan mengajak semua orang bergabung dengannya.
Haus of Gaga bukan hanya tempat reriungan. Di sini proyek-proyek kreatif Lady Gaga digarap untuk memberi impresi serius pada dunia pop. Misalnya, ia mengenakan topi yang dibikin oleh arsitek kenamaan Frank Gehry, atau memainkan piano yang dilukis oleh seniman Damien Hirst. Bagi yang paham seni avant garde, siapa tak kenal nama-nama itu....
Dari berbagai referensi, kecerdasan Lady Gaga terlihat sejak dia kanak-kanak. Semasa remaja ia murid dari sekolah menengah elite di New York, berlanjut ke New York University’s Tisch School of the Arts. Ia mengikuti studi mengenai dirinya dalam
”... kalau Anda bertanya pada saya tentang the sociology of
Perhatian dia sepenuhnya
Sebagai wartawan, sumpah saya bermimpi mewawancarainya. Bukan tentang setan dan pocong yang di sini tentu banyak ahlinya, tetapi tentang dinamika dunia pop.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.