Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bantu Evakuasi, Atlet Panjat Tebing Tidur di Kantung Mayat

Kompas.com - 23/05/2012, 22:50 WIB
Sabrina Asril

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kelompok ini terbilang kecil jika dibandingkan ratusan relawan yang tergabung dalam tim SAR korban kecelakaan pesawat Sukhoi Superjet 100 di Gunung Salak, Bogor, Jawa Barat.

Jumlahnya hanya tujuh orang. Namun, peranannya dalam evakuasi tidak bisa dianggap kecil. Mereka berhasil menemukan sinyal darurat electronik locator transmitter (ELT) pesawat dan kotak hitam bersama Kopassus.

Merekalah pemuda-pemuda nekat yang tergabung dalam Federasi Panjat Tebing Indonesia (FPTI). FPTI dilibatkan dalam tim evakuasi lantaran TNI, Polri, hingga Basarnas tidak mampu menembus medan terjal tebing Gunung Salak yang memiliki kemiringan hingga 85 derajat.

Salah seorang anggota FPTI yang juga atlet panjat tebing, Revalino Handoko, menuturkan keterlibatan FPTI terbilang mendadak.

"Kami di FPTI sebenarnya sudah memantai peristiwa ini sejak Rabu, tapi karena melihat kondisi sudah banyak yang datang membantu jadi kami tidak turun. Ternyata, hari Jumat pukul 13.00 saya diminta merapat ke Halim ketemu Basarnas," ungkap Revalino, Rabu (23/5/2012), saat berbincang dengan Kompas.com di bandara Halim Perdana Kusuma.

Di sana, lanjutnya, Basarnas meminta FPTI untuk turun membantu evakuasi. "Katanya ada medan yang belum bisa dijangkau karena terlalu terjal jadi butuh orang-orang yang terbiasa melakukan vertical rescue," ucapnya.

Pada Jumat (11/5/2012) malam, sebanayak tujuh orang anggota FPTI yang juga terbiasa melakukan vertical rescue pun berangkat ke Pasir Pogor, Bogor.

Sabtu pagi, dua orang anggota FPTI bersama dengan dua anggota Kopassus berangkat naik menggunakan helikopter TNI Angkatan Udara ke puncak Gunung Salak mendekati lokasi kecelakaan.

Dari puncak Gunung Salak, keempat orang ini berjalan di jalan setapak yang sudah dibuat tim Marinir dan Mapala UI yang terlebih dulu sampai ke lokasi kecelakaan dua hari sebelumnya.

Butuh waktu 30 menit berjalan kaki sampai ke bibir tebing. Begitu mencapai bibir tebing itulah, tantangan mulai dihadapi karena selain ketinggian yang mencapai 500 meter ke bawah dasar jurang, kemiringan juga cukup ekstrem mencapai 85 derajat.

"Tugas kami adalah membuka jalur ke bawah tebing tempat ekor pesawat berada. Akhirnya, hari itu kami memasang tali membuka jalur tapi hari sudah terlalu sore jadi kami tinggal di tengah," kata Revalino yang juga merupakan konsultan ketinggian untuk keselamatan kerja ini.

Tidur Pakai Kantong Mayat Karena ternyata medan cukup sulit, pekerjaan pun tidak bisa diselesaikan hari itu. Empat personil FPTI dan Kopassus akhirnya terpaksa bermalam di lokasi kecelakaan dengan perlengkapan seadanya.

"Kami tidak ada persiapan menginap dan tidak bawa bekal karena pikir nanti akan ada tim lagi yang datang bawa peralatan, ternyata cuaca buruk dan kami harus menginap. Jadi, terpaksa tidur di atas kantung mayat yang nggak terpakai," kenang Revalino.

Mereka berempat, kata Revalino, memutuskan tidur di dekat bibir tebing yang memiliki tanah lebih datar. Namun, ternyata di tempat mereka bermalam itu terdapat jasad-jasad korban Sukhoi yang sudah berhasil dikumpulkan tim evakuasi dan tinggal menunggu evakuasi esok hari.

"Saya lihat ada karung-karung jasad korban di depan saya tidur. Saya nggak lihat isinya apa, tapi baunya ya cukup terasa," papar Revalino.

Tantangan lain yang harus dihadapi dua anggota FPTI ini adalah perbekalan. Karena tidak berencana menginap, Revalino mengaku sama sekali tidak membawa makanan. "Kita akhirnya makan ransum TNI jam 17.00 dan baru makan lagi pukkul 17.00 keesokan harinya setelah turun," ungkap Revalino.

Kendati demikian, Revalino menilai medan lokasi kecelakaan pesawat Sukhoi Superjet sebetulnya tidak terlalu sulit. "Asal perlengkapannya memadai dan kita sudah terbiasa ya tidak ada masalah yang tidak bisa diselesaikan," tandasnya.

Jumlah kecil tak memadamkan komunitas ini untuk turut membantu melakukan evakuasi. Buktinya, meski berjumlah minim, tim FPTI berhasil membantu Kopassus menemukan ELT dan kotak hitam yang menjadi komponen penting penyelidikan sebab kecelakaan pesawat Sukhoi Superjet 100.

Atas jasanya ini, Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat, Agung Laksono memberikan piagam penghargaan kepada mereka. Tidak ada uang yang dihadiahkan. Hal ini disadari betul bagi para relawan.

"Ya, kami kan ke sini sukarelawan membantu. Jadi, wajar saja nggak dikasih uang. Tapi untuk ongkos sudah ada dari federasi. Sementara untuk makan, tempat tinggal selalu ada saja yang bantu di lapangan," pungkas Inu, rekan Revalino di FPTI.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com