Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Diminta Pantau Pilkada DKI Jakarta

Kompas.com - 20/05/2012, 16:20 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi diminta mengawasi proses pemilihan kepala daerah (Pilkada) DKI Jakarta yang dianggap rawan potensi tindak pidana korupsi hingga pencucian uang. Desakan tersebut datang dari Indonesia Budget Center atau IBC yang disampaikan Direktur IBC, Arif Nur Alam, di Jakarta, Minggu (20/5/2012).

"Kalau mengarah ke potensi korupsi Pemilu, KPK juga harus memperhatikan proses Pemilukada yang beraorma korupsi ini. UU Tipikor (tindak pidana korupsi), UU Tindak Pidana Pencucian Uang, harus jadi pilihan penting KPK dalam melihat potensi korupsi Pemilukada," kata Arif.

Menurutnya, indikasi tindak pidana korupsi rawan terjadi dalam hal pengumpulan sumber dana kampanye calon, baik calon kepala daerah petahana atau calon yang masih menjabat (incumbent) maupun calon nonpetaha. Calon-calon kepala daerah tersebut, menurut Arif, cenderung memanfaatkan pos-pos belanja APBD terutama belanja hibah dan belanja bantuan sosial untuk kepentingan politik.

Untuk calon nonpetahan, hal tersebut, menurutnya, dilakukan melalui tim sukses mereka yang memiliki akses ke kekuasaan. Dia pun mencontohkan anggaran satuan kerja perangkat daerah (SKPD) di kelurahan/kecamatan yang cenderung digunakan untuk mobilisasi kemenangan para calon. "Di Banten, ada politisasi tokoh agama. Seusai Pilkada, tokoh agama diberangkatkan haji, anggarannya dari APBD, luar biasa. Ini harus diwaspadai, harus mendorong Pemilkada berjalan baik, sehingga mengasilkan calon yang bersih," ujar Arif.

Peneliti IBC, Roy Salam menambahkan, anggaran APBD untuk belanja hibah cenderung disalahgunakan menjelang Pilkada. Salah satu modusnya, kata dia, dengan menyalurkan dana hibah ke organisasi yang tidak jelas asal usulnya atau organisasi fiktif. "Ada organisasi yang cuma dicaplok namanya tapi dananya tidak diberikan, namanya saja masuk, tapi mereka tidak tahu dapat dana hibah," kata Roy.

Selain itu, KPK harus mengawasi proses Pilkada karena Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah belum memberi sanksi sesuai jika seorang calon kepala daerah terbukti melakukan tindak pidana korupsi. UU Pilkada, katanya, hanya mengatur sanksi seputar pelanggaran etika atau administrasi. "Pelanggaran khusus seperti korupsi, jika terjadi, tidak bisa diselesaikan rezim Pemilu," tambahnya.

Sementara KPK dapat mengusut indikasi korupsi melalui UU Tipikor atau pencucian uang. Adapun pemungutan suara Pilkada DKI Jakarta dilakukan pada 11 Juli 2012 nanti. Sejauh ini, KPK telah menerima data harta kekayaan enam pasang calon gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta untuk diverifikasi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com