JAKARTA, KOMPAS.com - Pertemuan antara orang tua murid, siswa pelaku tawuran, aparat kepolisian, dan jajaran Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan berlangsung penuh haru pada Jumat (20/4/2012) di Mapolda Metro Jaya.
Sebagian besar siswa yang hadir tampak terisak di hadapan orang tuanya manakala berdialog dengan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Mohammad Nuh.
Sri Hartati, misalnya. Orang tua Y (16), pelajar kelas III SMK Putra Negara, itu tak kuasa menahan isak tangisnya manakala ditanya Mendikbud perasaannya saat mengetahui sang anak ditangkap polisi karena tawuran.
"Saya sedih, terharu kok anak saya bisa begitu. Bapaknya kerja jadi sopir di Lampung," tuturnya lirih.
Mendikbud Mohammad Nuh yang memfasilitasi antara Y dan orang tuanya itu pun langsung berusaha menyadarkan Y di hadapan ratusan orang yang ada.
"Coba ini, bapak kerja cari duit buat sekolahmu, ibu juga merasa berat. Mereka mengharapkan Mas Y bisa sukses atau paling tidak, tidak menyusahkan orang tua. Kalau ada kejadian seperti ini, orang tua bisa repot, mereka sedih," ucap Nuh.
Mendengar ucapan itu, Y langsung menyahut, "Iya. Bapak enggak pulang, dia lagi kerja keras. Ycuma ikut-ikut tawuran, enggak bawa celurit," ucapnya sambil terisak dan memeluk sang bunda.
Adegan di atas juga terjadi kepada nyaris 73 pelajar SMA yang terjaring tawuran di wilayah Bekasi, Jawa Barat, dan Jakarta Barat beberapa waktu lalu.
Melihat itu, mereka pun langsung menutup mukanya dengan jaket atau hanya sekadar dengan telapak tangan. Air mata mereka berlinang. Para jagoan jalanan para pelajar SMA itu mengaku kapok tawuran kembali.
"Enggak. Malu buat tawuran lagi," ujar J (16), siswa kelas III SMK Putra Negara yang ditangkap aparat kepolisian saat membawa samurai untuk persiapan tawuran dengan SMA Citra Mutiara, Jonggol tersebut pada Rabu lalu.