Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perang terhadap Sindikat Akan Terus Dilakukan...

Kompas.com - 07/04/2012, 05:04 WIB

Dua sipir di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Pekanbaru, Riau, Darso Sihombing dan Khoiril, mengaku ditampar Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana (Kompas, 5/4). Mereka pun memaafkan Wakil Menteri.

Namun, Denny sebelumnya membantah menampar petugas di LP itu. Benar tidaknya dugaan penamparan itu seharusnya diuji melalui proses hukum.

Terlepas dari urusan tampar- menampar itu, ada problem yang jauh lebih besar yang perlu disadari. Banyak LP ternyata memang sudah menjadi tempat pengendalian narkotika, peredaran narkotika di dalam LP, dan tempat pencucian uang. Penilaian itu bukan isapan jempol. Sudah banyak kasus yang dapat menunjukkan hal itu.

Misalnya, 8 Maret 2011, aparat Badan Narkotika Nasional (BNN) menangkap Kepala LP Narkotika Nusakambangan Marwan Adli dan dua petugas LP. Mereka diduga terlibat perdagangan narkotik di LP. Aparat BNN juga menangkap Hartoni, narapidana di LP tersebut. Hartoni diduga menjadi bagian dari jaringan peredaran dan perdagangan narkotika di dalam LP.

Saat penangkapan Marwan dan dua petugas LP Narkotika Nusakambangan itu, ditemukan telepon genggam, termasuk alat dan antena penguat sinyal. Antena itu disebutkan baru disisir atau ”diamankan” aparat LP.

”Perang” terhadap sindikat narkotika di LP memang harus dilakukan secara rahasia dan mendadak. Jika tidak, barang bukti yang diperlukan aparat BNN untuk pembuktian sulit diperoleh karena barang bukti sudah lenyap atau dihilangkan. Dari beberapa kasus, praktik pengendalian kejahatan narkotika di LP juga sering kali difasilitasi oleh oknum sipir atau pengunjung.

Menggeledah dan menemukan barang bukti sindikat narkotika di LP memang tidak mudah jika tidak dilakukan dengan hati-hati. Selain akses masuk yang sulit, aparat BNN menghadapi tantangan berat untuk menemukan barang bukti, seperti telepon genggam atau barang narkotika. Jika informasi kedatangan aparat BNN bocor, alat bukti dapat dihilangkan atau lenyap.

Oleh karena itu, operasi yang rahasia dan mendadak harus dilakukan BNN. Operasi yang rahasia dan mendadak itu seharusnya juga didukung aparat LP dan Kementerian Hukum dan HAM. Untuk itu, BNN pernah membuat nota kesepahaman bersama dengan Kementerian Hukum dan HAM dalam rangka pencegahan dan penindakan kejahatan narkotika di dalam LP.

Sayangnya, nota kesepahaman bersama itu dihentikan sementara saat ini dengan adanya insiden pemukulan di LP Kelas IIA Pekanbaru, Riau. Direktur Center for Detention Studies Gatot Goei mengatakan, kebijakan Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsuddin yang membekukan nota kesepahaman dengan BNN menunjukkan hilangnya semangat internal Kementerian Hukum dan HAM, khususnya pegawai Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, untuk melakukan pembersihan ke dalam dan pemberantasan korupsi (Kompas, 5/4).

Akan tetapi, Benny Mamoto dari BNN mengungkapkan, sebelum adanya nota kesepahaman itu, aparat BNN sudah menangkap atau menggeledah LP. Karena itu, ada atau tidak ada nota kesepahaman itu, aparat BNN tetap akan menangkap dan menggeledah tersangka di LP jika BNN mendapatkan informasi atau indikasi dugaan keterlibatan narapidana atau sipir dalam kejahatan narkotika di dalam LP.

Benny menjelaskan, dari kasus-kasus yang ditangani BNN selama ini, banyak LP ternyata menjadi tempat pengendalian sindikat narkotika, peredaran narkotika di dalam lapas, dan pencucian uang. ”Sipir lebih banyak berperan sebagai perantara atau pembawa barang,” katanya.

BNN tentu tidak akan masuk ke LP kalau tidak ada informasi atau indikasi kuat dugaan keterlibatan narapidana atau sipir. Dari pengalaman BNN selama ini, BNN telah menggeledah banyak LP. Misalnya, LP pasir putih, LP besi, LP narkotika, dan LP batu, di Nusa Kembangan. Selain itu, BNN juga pernah menggeledah LP Cipinang, Tangerang, Grobogan (Bali), dan Pekanbaru, Riau.

Bisnis sindikat narkotika di LP terus berjalan antara lain karena omzet yang besar, mencapai miliaran rupiah. Karena itu, kondisi tersebut juga dapat menjadi godaan berat bagi sipir-sipir di LP. Bahkan, pengendalian narkotika di LP justru dikendalikan oleh bandar-bandar besar, seperti kasus di LP Narkotika Nusakambangan.

Oleh karena itu, perang terhadap sindikat narkotika harus terus dilakukan. Jika tidak, sindikat narkotika internasional semakin menguasai Indonesia. Bandar dan orang-orang tertentu menjadi kaya raya dari bisnis narkotika. Generasi muda bangsa semakin rusak secara pelan-pelan karena menjadi pemakai dan target sindikat narkotika. (FER)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com