Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kejaksaan Didesak Segera Eksekusi Agusrin

Kompas.com - 06/04/2012, 11:15 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak Kejaksaan Agung melakukan upaya paksa dalam mengeksekusi Gubernur Bengkulu nonaktif, Agusrin Najimuddin. Upaya paksa tersebut perlu dilakukan untuk menghindari terpidana melarikan diri. Hal itu diungkapkan Anggota Badan Pekerja ICW, Emerson Yuntho melalui siaran pers yang diterima wartawan, Jumat (6/4/2012).

"Eksekusi terhadap koruptor sudah tidak bisa ditunda-tunda lagi. Ketika proses pemanggilan secara patut namun diabaikan, maka kejaksaan harus melakukan tindakan atau upaya paksa dengan menangkap koruptor. Hal ini penting untuk menghindari terpidana melarikan diri," kata Emerson.

Agusrin diduga mengorupsi dana Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) serta Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan tahun 2006. Jaksa menuntutnya selama 4 tahun 6 bulan, tetapi majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat membebaskannya. Di tingkat kasasi, majelis hakim agung yang dipimpin Artidjo Alkostar menghukum Agusrin selama 4 tahun.

Emerson mengatakan, Kejaksaan sebaiknya tidak mengulangi kesalahan serupa dengan menunda eksekusi yang mengakibatkan sejumlah koruptor melarikan diri sebelum dieksekusi. Bedasarkan catatan ICW, ada 25 terpidana korupsi yang kabur sebelum proses eksekusi, diantaranya, Joko S Tjandra (korupsi Bank Bali), Samadikun Hartono (korupsi BLBI), dan Sudjiono Timan (korupsi BPUI).

Dia juga meminta Kejaksaan mengabaikan permintaan penundaan ekseskusi yang diajukan Agusrin dan kuasa hukumnya, Yusril Ihza Mahendra. Menurut Emerson, alasan penundaan eksekusi yang diajukan Agusrin dan Yusril, tidak masuk akal dan mengada-ada. Yusril mengatakan, Kejaksaan tidak perlu mengeksekusi Agusrin lantaran tidak ada kerugian negara dalam kasus tersebut dan Agusrin tengah mengajukan peninjauan kembali (PK).

"Pernyataan yang disampaikan Yusril tidak mendasar dan mengada-ada. Walaupun Agusrin bersama kuasa hukumnya saat ini tengah melakukan Peninjauan Kembali, maka menurut aturan yang berlaku dalam KUHAP bahwa Peninjauan Kembali (PK) tidak menunda eksekusi," ujar Emerson.

Berdasarkan Pasal 28 Ayat (1) KUHAP, katanya, peninjaua kembali atas suatu putusan tidak menangguhkan maupun menghentikan eksekusi Terkait alibi tidak adanya kerugian negara dalam kasus ini, menurut Emerson, hal itu terjadi karena adanya proses pengembalian uang hasil korupsi tersebut ke kas daerah ketika proses hukum sedang berjalan.

Namun, lanjutnya, pengembalian kerugian negara tersebut, juga tidak dapat menghapuskan pidana seseorang sebagaimana diatur dalam Pasal 4 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. "Sekali lagi, Kejaksaan jangan mau berkompromi terhadap koruptor, tangkap Agusrin dan terpidana korupsi lainnya. Tindakan eksekusi secara paksa terhadap koruptor sekaligus menunjukkan bahwa kejaksaan serius dalam memerangi korupsi dan tida berpihak terhadap koruptor. Hal ini juga akan berdampak pada meningkatnya kepercayaan masyarakat terhadap kejaksaan," ungkap Emerson.

Pemberitaan sebelumnya menyebutkan, kantor ICW yang berlokasi di Kalibata Timur, Jakarta, didatangi sekelompok orang dari salah satu organisasi kemasyarakatan selama dua hari berturut-turut. Mereka mempertanyakan pernyataan dari ICW di berbagai media perihal dorongan pada kejaksaan untuk melakukan eksekusi putusan kasasi terhadap Agusrin.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Indonesia Usulkan Makan Siang Gratis jadi Program Satgas Global Melawan Kelaparan dan Kemiskinan

Indonesia Usulkan Makan Siang Gratis jadi Program Satgas Global Melawan Kelaparan dan Kemiskinan

Nasional
Laporan BPK 2021: Tapera Tak Kembalikan Uang Ratusan Ribu Peserta Senilai Rp 567 M

Laporan BPK 2021: Tapera Tak Kembalikan Uang Ratusan Ribu Peserta Senilai Rp 567 M

Nasional
Mundur sebagai Wakil Kepala Otorita IKN, Dhony Rahajoe Sampaikan Terima Kasih ke Jokowi

Mundur sebagai Wakil Kepala Otorita IKN, Dhony Rahajoe Sampaikan Terima Kasih ke Jokowi

Nasional
KPU Dianggap Bisa Masuk Jebakan Politik jika Ikuti Putusan MA

KPU Dianggap Bisa Masuk Jebakan Politik jika Ikuti Putusan MA

Nasional
Ketika Kepala-Wakil Kepala Otorita IKN Kompak Mengundurkan Diri ...

Ketika Kepala-Wakil Kepala Otorita IKN Kompak Mengundurkan Diri ...

Nasional
KPU Diharap Tak Ikuti Putusan MA Terkait Usia Calon Kepala Daerah

KPU Diharap Tak Ikuti Putusan MA Terkait Usia Calon Kepala Daerah

Nasional
Adam Deni Hadapi Sidang Vonis Kasus Pencemaran Ahmad Sahroni Hari Ini

Adam Deni Hadapi Sidang Vonis Kasus Pencemaran Ahmad Sahroni Hari Ini

Nasional
Pentingnya Syarat Kompetensi Pencalonan Kepala Daerah

Pentingnya Syarat Kompetensi Pencalonan Kepala Daerah

Nasional
Nasihat SBY untuk Para Pemimpin Setelah 2014

Nasihat SBY untuk Para Pemimpin Setelah 2014

Nasional
Dulu Jokowi Tak Setujui Gibran Jadi Cawapres, Bagaimana dengan Kaesang pada Pilkada Jakarta?

Dulu Jokowi Tak Setujui Gibran Jadi Cawapres, Bagaimana dengan Kaesang pada Pilkada Jakarta?

Nasional
[POPULER JABODETABEK] Pedagang Pelat Mengaku Enggan Terima Pesanan Pelat Nomor Palsu | Warga Sebut Tapera Hanya Mempertimbangkan Kebutuhan Pemerintah

[POPULER JABODETABEK] Pedagang Pelat Mengaku Enggan Terima Pesanan Pelat Nomor Palsu | Warga Sebut Tapera Hanya Mempertimbangkan Kebutuhan Pemerintah

Nasional
[POPULER NASIONAL] Kepala dan Wakil Kepala Otorita IKN Mundur | Tugas Baru Budi Susantono dari Jokowi

[POPULER NASIONAL] Kepala dan Wakil Kepala Otorita IKN Mundur | Tugas Baru Budi Susantono dari Jokowi

Nasional
Tanggal 7 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 7 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung Periksa Adik Harvey Moeis Jadi Saksi Kasus Korupsi Timah

Kejagung Periksa Adik Harvey Moeis Jadi Saksi Kasus Korupsi Timah

Nasional
SYL Mengaku Bayar Eks Jubir KPK Febri Diansyah Jadi Pengacara dengan Uang Pribadi

SYL Mengaku Bayar Eks Jubir KPK Febri Diansyah Jadi Pengacara dengan Uang Pribadi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com