Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Warga Tuntut Ketegasan Otoritas Lahan

Kompas.com - 21/03/2012, 05:01 WIB

Bandar Lampung, Kompas - Ratusan warga Padang Ratu, Lampung Tengah, menduduki Kantor Badan Pertanahan Nasional Provinsi Lampung, Selasa (20/3). Mereka menuntut ketegasan Badan Pertanahan Nasional soal pengambilalihan lahan seluas 280 hektar dari PT Sahang Bandar Lampung atau SBL untuk warga.

Massa yang berjumlah 140 orang dari tiga kampung, yaitu Kampung Surabaya, Sendang Ayu, dan Padang Ratu, tersebut di Kecamatan Padang Ratu, Lamteng, memenuhi halaman Kantor BPN Lampung.

Menurut Isnan Subkhi dari Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi Lampung yang mendampingi warga, warga Padang Ratu siap menginap di depan Kantor BPN Lampung sampai ada putusan yang tegas soal status lahan seluas 280 ha yang disengketakan warga dan PT SBL.

”BPN pernah mengirimkan surat yang menyampaikan HGU (hak guna usaha) perusahaan itu telah habis pada 2008. Lalu, 17 Januari 2012, Bupati Lamteng juga telah menyurati BPN agar tanah eks HGU itu segera dikembalikan ke negara dan dijadikan obyek landreform (reforma agraria). Inilah yang kami tuntut saat ini agar BPN secepatnya mengeluarkan surat keputusan itu,” ungkap Isnan.

Lahan seluas 280 ha itu masih dikuasai PT SBL dan digunakan sebagai areal sawit. Sekitar 400 keluarga yang merasa pernah memiliki hak atas tanah itu kemudian melawannya.

Basuki (30), warga Padang Ratu, mengatakan, dirinya siap menginap di Kantor BPN Lampung hingga tuntutan warga dipenuhi. Warga telah membawa bahan makanan, alat masak, dan tenda untuk menginap di kompleks Kantor BPN Lampung.

RUU Hak atas Tanah

Pada saat yang sama, Komite I DPD menggelar uji sahih (uji akademis) Rancangan Undang- Undang Hak atas Tanah bersama akademisi dari Universitas Lampung. Salah satu hal penting yang dibahas di dalam RUU ini adalah mengenai redistribusi tanah bagi petani miskin.

Ditemui di Kampus Universitas Lampung, anggota DPD Ferry Tinggogoy mengakui, Lampung merupakan salah satu daerah yang sarat kasus konflik agraria. ”Jumlah kasusnya itu ratusan, di lain pihak Yogyakarta merupakan daerah yang hampir tidak ada kasus dan konflik agraria. Karena itu, kedua daerah ini terpilih untuk lokasi uji sahih RUU Hak Atas Tanah,” ujar dia.

Ia mengatakan, penyusunan RUU Hak atas Tanah yang menjadi inisiatif DPD merupakan keharusan di tengah semakin tingginya tuntutan kebutuhan masyarakat atas tanah dan semakin intensnya konflik kepentingan.

”Bayangkan akibatnya 50 tahun kemudian jika soal hak atas tanah tak segera diatur, sementara revisi UU Pokok Agraria selama 15 tahun belum juga kelar,” katanya. (JON)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com