Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jangan Mobilisasi Warga

Kompas.com - 02/03/2012, 05:00 WIB

Mesuji, Kompas - Pemerintah Kabupaten Mesuji, Lampung, diingatkan agar tidak memobilisasi masyarakat dalam upaya menggusur warga yang tinggal di kawasan Hutan Register 45, Mesuji. Hal ini dikhawatirkan memicu konflik horizontal antara warga asli dan pendatang di Mesuji.

Desakan ini disampaikan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Anang Prihantoro, mantan anggota Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) Tisnanta, dan sejumlah penggiat persoalan agraria di Lampung, Kamis (1/3), menyikapi situasi di Mesuji yang memanas akhir-akhir ini, menyusul rencana penertiban warga di Register 45.

Anang mengatakan, dirinya menerima pengaduan dan keluhan dari kepala-kepala kampung di Mesuji yang diminta oleh pemerintah kabupaten (pemkab) untuk mengerahkan massa terkait rencana penggusuran di Register 45. Pemkab meminta setiap kampung mengerahkan 50 orang guna membantu penertiban. ”Kepala-kepala desa mengeluh (dimintai bantuan pengerahan massa), tetapi tidak berdaya untuk menolak keinginan pemkab,” kata Anang.

Tindakan ini, menurut Anang, justru berpotensi memperkeruh situasi serta berpotensi memunculkan konflik horizontal. ”Masyarakat diadu dengan sesama lainnya. Jangan-jangan yang punya kepentingan elite politik, tetapi rakyat jadi amunisinya,” tuturnya.

Anang menambahkan, penyelesaian konflik agraria di Mesuji lebih baik dilakukan dengan mengedepankan dialog. Terkait hal ini, DPD telah membentuk Panitia Khusus Penyelesaian Konflik Agraria di mana sejumlah kasus di Mesuji menjadi salah satu fokus pembahasan. ”Kami saat ini tengah mengumpulkan data dan fakta di lapangan. Pansus dibentuk 19 Januari lalu, tidak lama setelah kasus Mesuji mencuat,” papar dia.

Dua hari terakhir, ratusan tim terpadu penertiban hutan Register 45 yang anggotanya berasal dari unsur TNI/Polri, pam swakarsa, dan masyarakat Mesuji sudah disiagakan di Lapangan Brabasan. Namun, penertiban urung dilaksanakan karena ribuan warga perambah di blok Sungai Buaya, Register 45, nekat bertahan, bahkan bersiap-siap melawan dengan berbagai senjata tajam dan bambu runcing. Warga sebelumnya telah diperingatkan agar meninggalkan kawasan itu selambat-lambatnya akhir bulan lalu.

Menurut Tisnanta, pemerintah daerah sebaiknya mengejar dan memintai pertanggungjawaban aktor intelektual yang telah memobilisasi warga perambah masuk kembali ke hutan produksi tersebut. ”Jika mereka bisa mendatangkan warga, tentu mereka juga bisa memulangkannya. Kedepankan persuasi,” ujar pakar hukum dari Universitas Lampung ini. 

Dalam penyelidikan, TGPF menemukan fakta dan bukti kehadiran aparat keamanan, yaitu Brimob Polri dan Marinir TNI AL untuk mengamankan areal perkebunan PT Barat Selatan Makmur Investindo (BSMI) dan Lampung Inter Pertiwi (LIP). Dugaan ini diperkuat dengan temuan logistik persenjataan di mes PT BSMI oleh warga.

Kapolda Lampung Brigjen (Pol) Jodie Rooseto menegaskan tidak ikut memobilisasi pasukan dalam upaya penertiban perambah di Register 45. ”Hal itu ditangani langsung oleh Polres Tulang Bawang,” tuturnya. (jon)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com