Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hakim Syarifuddin Divonis Empat Tahun Penjara

Kompas.com - 28/02/2012, 13:40 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi menjatuhkan hukuman empat tahun penjara terhadap hakim nonaktif Syarifuddin, ditambah denda Rp 150 juta yang dapat diganti dengan empat bulan kurungan. Syarifuddin dianggap terbukti menerima suap Rp 250 juta dari kurator Puguh Wirawan terkait kepengurusan harta pailit PT SkyCamping Indonesia.

Putusan yang disusun majelis hakim yang dipimpin Gusrizal dengan hakim anggota Ugo, Mien Trisnawati, Sofialdi, dan Anwar itu dibacakan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Selasa (28/2/2012). "Mengadili, menyatakan terdakwa sah dan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dalam dakwaan keempat, menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan pidana penjara empat tahun dan denda Rp 150 juta dengan ketentuan diganti kurungan empat bulan," kata Hakim Gusrizal.

Majelis Hakim menilai Syarifuddin terbukti melanggar Pasal 5 Ayat (2) juncto Ayat 1 huruf b Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sesuai dengan dakwaan keempat. Putusan ini jauh lebih ringan dari tuntutan jaksa yang meminta Syarifuddin dihukum 20 tahun penjara ditambah denda Rp 500 juta yang dapat diganti kurungan enam bulan.

Hakim tidak sependapat dengan jaksa penuntut umum soal pasal penjerat Syarifuddin. Jaksa penuntut umum sebelumnya menilai Syarif terbukti melakukan perbuatan korupsi sesuai dakwaan kesatu yang memuat Pasal 12 huruf a, dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara. Pasal tersebut mengatur soal penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal patut diketahui bahwa hal itu diberikan untuk menggerakkannya agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya.

Dalam putusannya, majelis hakim menyebutkan, hal yang memberatkan adalah perbuatan Syarifuddin dianggap tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas tindak pidana korupsi. Hakim pengadilan niaga itu juga dianggap merusak citra hakim sebagai penegak hukum. Sementara yang meringankan, Syarifuddin belum pernah dihukum sebelumnya, 20 tahun mengabdi sebagai hakim, dan masih memiliki tanggungan keluarga.

Berdasarkan fakta persidangan, Syarifuddin terbukti menerima uang Rp 250 juta dari kurator Puguh. Adapun Puguh divonis 3,5 tahun penjara dalam kasus ini. Uang tersebut diberikan agar Syarifuddin selaku hakim pengawas memberikan persetujuan perubahan atas aset boedel pailit PT SCI, berupa dua bidang tanah SHGB 5512 atas nama PT SCI dan SHGB 7251 atas nama PT Tanata Cempaka Saputra, menjadi aset non-boedel pailit tanpa melalui penetapan pengadilan.

Pada 21 Juni 2011 lalu, Puguh mendatangi rumah Syarifuddin di kawasan Sunter, Jakarta Utara, dengan membawa uang dalam sebuah tas merah. Kedatangan Puguh saat itu sekaligus membahas pembagian hasil penjualan aset PT SCI dengan Syarifuddin. Sekitar pukul 20.30, saat akan pamit pulang, Puguh mengambil uang dalam tas merah dari mobilnya kemudian diserahkan kepada Syarifuddin. Tas merah berisi uang tersebut dibawa Puguh ke dalam rumah Syarifuddin dan diletakkan di kursi panjang.

Beberapa jam setelah Puguh pulang, penyidik KPK menggerebek Syarifuddin di rumahnya. Penyidik KPK juga menemukan mata uang asing yang terdiri dari 116.000 dollar AS, 245.000 dollar Singapura, 20.000 yen Jepang, 12.600 riel Kamboja, dan 5.900 bath Thailand, di samping uang Rp 55 juta di rumah Syarifuddin.

Jaksa kemudian meminta hakim membuka sidang pembuktian terbalik bagi Syarifuddin untuk membuktikan asal-usul pecahan mata uang asing yang nilainya lebih dari Rp 2 miliar tersebut. Namun, menurut putusan hakim, uang-uang itu tidak harus disita negara dan tidak harus dibuktikan melalui pembuktian terbalik.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com