Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tamsil Linrung Disebut

Kompas.com - 28/02/2012, 02:45 WIB

Jakarta, Kompas - Mantan tim asistensi di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Ali Mudhori, menyebut Wakil Ketua Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat Tamsil Linrung yang mengatur peningkatan anggaran yang dibutuhkan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi.

Ali, mantan anggota DPR dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (F-PKB), beberapa kali tidak hadir sebagai saksi dalam persidangan perkara dugaan suap di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans). Dia, Senin (27/2), akhirnya datang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di Jakarta.

Ali dihadirkan menjadi saksi dengan terdakwa Kepala Bagian Program, Evaluasi, dan Pelaporan Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pembinaan Kawasan Transmigrasi (P2KT) Kemenakertrans Dadong Irbarelawan. Ia sebenarnya juga jadi saksi atas terdakwa Sekretaris Ditjen P2KT I Nyoman Suisnaya. Tetapi, Nyoman minta penundaan sidang.

Ali cenderung tidak jelas menerangkan seputar uang suap Rp 1,5 miliar yang diberikan kuasa direktur PT Alam Jaya Papua, Dharnawati, kepada pejabat Kemenakertrans. Keterangan Ali yang berbelit-belit itu dicecar majelis hakim dengan rekaman penyadapan telepon antara dia dan mantan tim asistensi, yang juga orang dekat Menakertrans Muhaimin Iskandar.

Majelis hakim ingin mengetahui maksud pemberian uang miliar dari Dharnawati. Dalam rekaman pembicaraan telepon yang disadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Ali banyak berhubungan melalui telepon terkait pemberian uang itu.

Anggota majelis hakim, Anwar, mencecar soal jatah uang untuk beberapa orang dari suap sebesar Rp 1,5 miliar, termasuk kepada Tamsil Linrung, anggota DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS). Ali menyatakan, dia memang dijanjikan oleh dua orang, Sindu Malik dan Iskandar Pasojo alias Acos, akan mendapatkan uang transpor dan tiket atas jasanya memperkenalkan kepada pejabat Kemenakertrans.

Dalam persidangan sebelumnya, uang Rp 1,5 miliar diberikan Dharnawati karena ia diminta Dadong memberi bantuan uang tunjangan hari raya kepada Muhaimin. Namun, dalam dakwaan terhadap Dadong dan Nyoman, uang Rp 1,5 miliar itu diberikan Dharnawati sebagai commitment fee (komisi) untuk mendapatkan proyek dari program Dana Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah Transmigrasi (DPPIDT).

Ali mengatakan, awalnya dia tidak tahu DPPIDT adalah program yang dijanjikan akan dibantu pencairannya oleh Sindu dan Acos. Keduanya, kata Ali, adalah orang yang meminta tolong kepada dirinya agar diperkenalkan kepada pejabat Kemenakertrans yang mengurus transmigrasi.

Menurut Ali, Sindu dan Acos mengaku bisa membantu meningkatkan anggaran di bidang transmigrasi karena mereka adalah orang dekat Tamsil.

”Acos dan Sindu mengatasnamakan Tamsil. Saya antarkan mereka berdua bertemu Sidik Joko Pramono (Dirjen Pembinaan dan Pembangunan Kawasan Transmigrasi). Sindu dan Acos bilang bisa kasih jalan keluar untuk anggaran transmigrasi. Pak Joko tak percaya. Untuk meyakinkan Pak Joko, mereka janji mempertemukan dengan Tamsil,” kata Ali.

Ali menuturkan, Acos, Sindu, dan Tamsil akhirnya bertemu dengan Joko di Hotel Crowne Plaza Jakarta pada Maret 2011. ”Waktu itu Pak Joko menjelaskan, selama ini memang ada persoalan serius dalam peningkatan anggaran transmigrasi. Daerah transmigrasi butuh peningkatan anggaran karena akan dibangun kota mandiri baru. Komisi IX DPR tak ada respons. Pak Tamsil katanya akan mengupayakan di Badan Anggaran,” ujar Ali.

Jaksa KPK, M Rum, meminta majelis hakim membuka rekaman pembicaraan, yang isinya upaya Ali menutupi ketidakberesan DPPIDT. Bahkan, ada upaya menutupi kasus itu. (bil)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com