Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Usut Kasus Miranda, Dua Nama Harus Ditelusuri KPK

Kompas.com - 27/01/2012, 18:20 WIB
Maria Natalia

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com- Mantan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Yunus Husein menyatakan Komisi Pemberantasan Korupsi masih memiliki pekerjaan rumah setelah penetapan Miranda menjadi tersangka. Salah satunya adalah menelusuri transaksi awal sejak pembelian cek perjalanan dari Bank Internasional Indonesia sebelum pemenangan Miranda sebagai Deputi Gubernur Senior BI.

Salah satu penelusuran itu, kata Yunus, bisa dilacak lebih jauh dari keterangan Budi Santoso, selaku Direktur Keuangan PT First Mujur Plantation and Industry. Ia yang awalnya membeli cek perjalanan melalui Bank Artha Graha untuk keperluan bosnya Direktur Utama PT First Mujur Hidayat Lukman yang menjalin kerja sama dengan Ferry Yen.

"Budi saat bersaksi (di persidangan Dudhie Makmun Murod) menyebut bahwa ada dibuat perjanjian kerja sama antara Hidayat Lukman dan Ferry Yen untuk pembelian kebun plasma milik Ferry Yen. Tapi harus dibayar dengan cek pelawat. Mana mungkin, cek pelawat itu untuk perjalanan. Masa beli tanah pakai cek pelawat. Orang kampung pula itu. Harus ditelusuri lagi keterangan dari Budi ini. Tidak mungkin membeli tanah dengan cek pelawat," jelas Yunus dalam jumpa pers di kantor ICW, Jakarta Selatan, Jumat (27/1/2012).

Saat itu, tutur Yunus, Budi Santosa mengaku membeli cek perjalanan sejumlah 480 lembar dengan nilai Rp 24 miliar tersebut atas persetujuan bosnya, Hidayat Lukman. Budi memesan cek perjalanan ke Bank Artha Graha dan bank tersebut membeli dari BII. Pemesanan melalui Bank Artha Graha dilakukan karena First Mujur merupakan nasabah dari bank tersebut.

Adanya nama Hidayat Lukman dalam transaksi inilah, maka Yusuf meminta KPK harus kembali memanggil dan memeriksa Lukman. Apalagi, bos dari Budi ini juga disebut membatalkan pembelian kebun plasma tersebut. KPK harus menelusuri kenapa Lukman membatalkan pembelian tersebut. "Yang menarik kan dalam sidang, Direktur Utama dan pemilik PT First Mujur Hidayat Lukman alias Teddi Uban, tidak menjadi saksi. Padahal transaksi jual beli dilakukan antara dia dengan Ferry Yen. Budi dan Lukman harus didengar lagi keterangannya," jelas Yunus.

"Kalau bener menjual kebun Plasma kok tiba-tiba batal padahal sudah dikontrak. Perlu ditanya, jangan sampai hanya pembelokan saja. KPK semoga bisa explore lebih jauh, kapan persis tiba-tiba membatalkan, apalagi cek perjalanannya sudah hilang, tidak diketahui kemana cek itu," sambung Yunus lagi.

Terakhir, Yunus menyatakan dirinya bukan penegak hukum yang bisa menyimpulkan siapa dari antara ketiga orang ini yang menyalurkan cek perjalanan Rp 24 miliar hingga sampai ke tangan para anggota DPR RI yang memilih Miranda. Meski Ferry telah meninggal dunia, kata Yunus, dua nama ini masih bisa diminta keterangan terkait alur kasus tersebut.

Yunus yakin, Miranda tak bekerja sendiri untuk memenangkan dirinya sebagai Deputi Gubernur Senior BI. Terakhir, Yunus menyatakan dirinya bukan penegak hukum yang bisa menyimpulkan siapa dari antara ketiga orang ini yang menyalurkan cek perjalanan Rp 24 miliar hingga sampai ke tangan para anggota DPR RI yang memilih Miranda. Meski Ferry telah meninggal, kata dia, dua nama ini masih bisa diminta keterangan terkait alur kasus tersebut.

"Silakan disimpulkan sendiri kasus ini siapa yang memulai," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Puan Bicara Peluang PDI-P Usung Kader Sendiri di Pilkada Jakarta, Sebut Banyak yang Menonjol

    Puan Bicara Peluang PDI-P Usung Kader Sendiri di Pilkada Jakarta, Sebut Banyak yang Menonjol

    Nasional
    Wasekjen PKB Ingatkan Duet Anies-Sohibul di Jakarta Berisiko 'Deadlock'

    Wasekjen PKB Ingatkan Duet Anies-Sohibul di Jakarta Berisiko "Deadlock"

    Nasional
    Soroti Minimnya Kamar di RSUD Mas Amsyar, Jokowi: Hanya 53, Seharusnya Bisa di Atas 100

    Soroti Minimnya Kamar di RSUD Mas Amsyar, Jokowi: Hanya 53, Seharusnya Bisa di Atas 100

    Nasional
    PKB Belum Tentu Dukung Anies Usai PKS Umumkan Duet dengan Sohibul Iman

    PKB Belum Tentu Dukung Anies Usai PKS Umumkan Duet dengan Sohibul Iman

    Nasional
    Mantan Kabareskrim: Saya Tidak Yakin Judi Online Akan Terberantas

    Mantan Kabareskrim: Saya Tidak Yakin Judi Online Akan Terberantas

    Nasional
    PPATK Ungkap Perputaran Uang Judi 'Online' Anggota Legislatif Capai Ratusan Miliar

    PPATK Ungkap Perputaran Uang Judi "Online" Anggota Legislatif Capai Ratusan Miliar

    Nasional
    KIM Siapkan Pesaing Anies pada Pilkada Jakarta, Ridwan Kamil dan Kaesang Masuk Nominasi

    KIM Siapkan Pesaing Anies pada Pilkada Jakarta, Ridwan Kamil dan Kaesang Masuk Nominasi

    Nasional
    KPK Ungkap Awal Mula Dugaan Korupsi Bansos Presiden Terbongkar

    KPK Ungkap Awal Mula Dugaan Korupsi Bansos Presiden Terbongkar

    Nasional
    Akui Di-bully karena Izin Tambang, PBNU: Enggak Apa-apa, 'Jer Basuki Mawa Bea'

    Akui Di-bully karena Izin Tambang, PBNU: Enggak Apa-apa, "Jer Basuki Mawa Bea"

    Nasional
    KPU Minta Pemda Fasilitasi Pemilih yang Baru Berusia 17 Tahun pada Pilkada 2024

    KPU Minta Pemda Fasilitasi Pemilih yang Baru Berusia 17 Tahun pada Pilkada 2024

    Nasional
    PKS Usung Anies-Sohibul untuk Pilkada Jakarta, Wasekjen PKB: Blunder...

    PKS Usung Anies-Sohibul untuk Pilkada Jakarta, Wasekjen PKB: Blunder...

    Nasional
    DPR Desak PPATK Bongkar Pihak Eksekutif-Yudikatif yang Main Judi 'Online'

    DPR Desak PPATK Bongkar Pihak Eksekutif-Yudikatif yang Main Judi "Online"

    Nasional
    Wapres Ma'ruf Amin Dorong Hilirisasi Rempah Nasional

    Wapres Ma'ruf Amin Dorong Hilirisasi Rempah Nasional

    Nasional
    Ketum KIM Segera Gelar Pertemuan Bahas Pilkada 2024

    Ketum KIM Segera Gelar Pertemuan Bahas Pilkada 2024

    Nasional
    Pusat Data Nasional Diretas, Pemerintah Dinilai Kurang Peduli Keamanan Siber

    Pusat Data Nasional Diretas, Pemerintah Dinilai Kurang Peduli Keamanan Siber

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com