Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wa Ode: DPR Menyalahi Prosedur

Kompas.com - 13/12/2011, 18:50 WIB
Ary Wibowo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Tersangka kasus dugaan suap Dana Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah atau DPPID, Wa Ode Nur Hayati, menilai, langkah pimpinan DPR meminta laporan transaksi keuangan ke Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan  menyalahi prosedur.

Menurut Wa Ode, laporan tersebut tidak dapat dijadikan bukti hukum untuk menetapkannya sebagai tersangka. "(Laporan) PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan) itu tidak bisa dijadikan bukti hukum oleh KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). Karena permintaan PPATK itu sudah menyalahi prosedur. Marzuki Alie sebagai Ketua DPR telah menggunakan wewenang meminta aliran dana pribadi saya," ujar Wa Ode kepada Kompas.com di Jakarta, Selasa (13/12/2011).

Wa Ode ditetapkan sebagai tersangka pasca-pernyataannya yang menyudutkan Badan Anggaran (Banggar) dan pimpinan DPR. Fraksi PAN dan Wa Ode sempat beraksi ketika para pemimpin DPR mengumumkan ada 21 transaksi mencurigakan milik seorang anggota Banggar berdasarkan laporan PPATK.

Sebelumnya, Pimpinan Badan Kehormatan saat itu, Nudirman Munir, membenarkan bahwa ia yang meminta laporan transaksi ke PPATK melalui pimpinan DPR. Namun, dia tak mau menyebut siapa anggota yang diminta itu.

Menurut Wa Ode, laporan transaksi yang diminta saat itu adalah transaksi pribadi miliknya. Ia mengungkapkan, laporan itu diminta oleh Nudirman Munir dan Ketua Badan Anggaran DPR Melchias Marcus Mekeng di Hotel Four Seasons, Kuningan, Jakarta Selatan.

"Itu sudah melanggar UU kerahasiaan bank. Karena tanggung jawab secara kelembagaan itu tidak untuk aliran dana pribadi loh. Apalagi saya waktu itu bukan tersangka, PPATK itu hanya bisa diminta untuk jadi bukti hukum dan untuk pengambilan keputusan di pengadilan oleh hakim, misalkan. Itu, kan, saya belum menjadi tersangka, belum menjadi apa-apa waktu itu," ujarnya.

Wa Ode menilai, permintaan laporan transaksi keuangan tersebut menunjukkan bahwa pimpinan DPR telah menggunakan kekuasaannya untuk mengebiri dirinya setelah mengeluarkan pernyataan yang menyudutkan DPR. "Sekarang teman-teman media, siapa Wa Ode Nurhayati sebelum "Mata Nadjwa". Nggak ada kan. Orang tidak ada yang tahu. Tapi, tiba-tiba setelah (acara) itu dikejar ramai-ramai. Pimpinan (DPR) ngomong, mencerca, dan lain sebagainya," kata Wa Ode.

Seperti diberitakan sebelumnya, ada 21 transaksi mencurigakan terkait anggota Banggar DPR. Transaksi itu bervariasi, mulai dari Rp 500 juta hingga beberapa miliar rupiah. Fraksi Partai Amanat Nasional DPR mempermasalahkan laporan yang sempat dilontarkan pimpinan DPR karena dianggap mengarah kepada anggotanya, Wa Ode Nurhayati (Kompas, 10 Oktober 2011).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Minta Jokowi Tunda RUU Polri, Koalisi Masyarakat: Isi Kontennya Berbahaya

    Minta Jokowi Tunda RUU Polri, Koalisi Masyarakat: Isi Kontennya Berbahaya

    Nasional
    RUU Polri Beri Polisi Wewenang Penyadapan, ELSAM: Ini Bisa Sangat Liar...

    RUU Polri Beri Polisi Wewenang Penyadapan, ELSAM: Ini Bisa Sangat Liar...

    Nasional
    Tren Ubah Aturan Hukum demi Menjaga Kekuasaan Diprediksi Bakal Terulang

    Tren Ubah Aturan Hukum demi Menjaga Kekuasaan Diprediksi Bakal Terulang

    Nasional
    Putusan MA Dianggap 'Deal' Agenda Politik Jokowi Jelang Akhir Jabatan

    Putusan MA Dianggap "Deal" Agenda Politik Jokowi Jelang Akhir Jabatan

    Nasional
    Aturan Pengawasan PPNS di RUU Polri Dianggap Hambat Kerja Penyidik KPK hingga Kejagung

    Aturan Pengawasan PPNS di RUU Polri Dianggap Hambat Kerja Penyidik KPK hingga Kejagung

    Nasional
    Tangkap Buron Paling Dicari Thailand, Polri Minta Timbal Balik Dibantu Ringkus Fredy Pratama

    Tangkap Buron Paling Dicari Thailand, Polri Minta Timbal Balik Dibantu Ringkus Fredy Pratama

    Nasional
    Buron Paling Dicari, Chaowalit Thongduang, Bikin Rakyat Thailand Tak Percaya Polisi

    Buron Paling Dicari, Chaowalit Thongduang, Bikin Rakyat Thailand Tak Percaya Polisi

    Nasional
    Pilih Kabur ke Aceh, Chaowalit Buron Nomor 1 Thailand Merasa Mirip Orang Indonesia

    Pilih Kabur ke Aceh, Chaowalit Buron Nomor 1 Thailand Merasa Mirip Orang Indonesia

    Nasional
    37 Warga Makassar yang Ditangkap karena Visa Haji Palsu Ditahan, 3 Diperiksa Kejaksaan

    37 Warga Makassar yang Ditangkap karena Visa Haji Palsu Ditahan, 3 Diperiksa Kejaksaan

    Nasional
    Polisi Periksa 8 WNI Usai Tangkap Chaowalit Si Buron Nomor 1 Thailand, dari Ojol hingga Agen Sewa Kapal

    Polisi Periksa 8 WNI Usai Tangkap Chaowalit Si Buron Nomor 1 Thailand, dari Ojol hingga Agen Sewa Kapal

    Nasional
    7 Bulan Kabur ke Indonesia, Buronan Thailand Nyamar jadi Warga Aceh dan Bikin KTP Palsu

    7 Bulan Kabur ke Indonesia, Buronan Thailand Nyamar jadi Warga Aceh dan Bikin KTP Palsu

    Nasional
    Tak Setuju Perpanjangan Bansos Disebut Cawe-cawe, Dasco: Kecurigaan Tak Beralasan

    Tak Setuju Perpanjangan Bansos Disebut Cawe-cawe, Dasco: Kecurigaan Tak Beralasan

    Nasional
    Tapera Dikhawatirkan Jadi Ladang Korupsi seperti Jiwasraya dan Asabri

    Tapera Dikhawatirkan Jadi Ladang Korupsi seperti Jiwasraya dan Asabri

    Nasional
    Permintaan Otoritas Thailand, Chaowalit Si Buron Nomor 1 Tak Ditampilkan Saat Jumpa Pers

    Permintaan Otoritas Thailand, Chaowalit Si Buron Nomor 1 Tak Ditampilkan Saat Jumpa Pers

    Nasional
    Soal Izin Usaha Tambang untuk Ormas, Menteri LHK: Mereka kan Punya Sayap Bisnis

    Soal Izin Usaha Tambang untuk Ormas, Menteri LHK: Mereka kan Punya Sayap Bisnis

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com