Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Putusan Bisa Jadi Sanksi Sosial

Kompas.com - 07/10/2011, 05:26 WIB

Jakarta, Kompas - Keputusan terbuka Komite Etik tentang adanya pelanggaran etika ringan, yang dilakukan pejabat/pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi, sebenarnya menjadi semacam sanksi sosial bagi mereka yang dinilai melanggar. Meski putusan itu tidak bulat, dugaan pelanggaran etika tetap akan menjadi peringatan bagi mereka yang disebutkan.

Koordinator Indonesia Corruption Watch Danang Widoyoko dan Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, Komaruddin Hidayat memperingatkan hal itu secara terpisah, Kamis (6/10), di Jakarta. Keduanya menghargai KPK yang berusaha menegakkan etika dengan membentuk Komite Etik. Komite bekerja dengan baik dan hasilnya disampaikan kepada publik secara terbuka.

Komite Etik KPK menilai, sebagian besar dari delapan pejabat/pimpinan KPK yang diperiksa tak melanggar hukum dan etika, kecuali Bambang Sapto Praptomo (Sekretaris Jenderal KPK) dan Ade Rahardja (mantan Deputi Penindakan KPK). Namun, dua wakil ketua KPK, yaitu Chandra M Hamzah dan Haryono Umar, dinilai tidak melanggar etika. Akan tetapi, tiga dari tujuh anggota Komite Etik menyampaikan pendapat berbeda (dissenting opinion), menganggap keduanya melanggar etika ringan (Kompas, 6/10).

Danang menilai, Komite Etik bekerja sesuai wewenangnya dalam soal etika dan prosesnya terbuka. Pimpinan KPK bisa memberikan sanksi terhadap mereka yang dinilai melanggar. Meskipun Chandra dan Haryono dibebaskan dari dugaan pelanggaran, pendapat berbeda dari tiga anggota Komite Etik merupakan catatan penting. Itu merupakan peringatan bagi keduanya.

Ketua Badan Pengurus Setara Institute Hendardi meminta KPK membuka nama tiga anggota Komite Etik yang mengajukan pendapat berbeda itu. Hal ini penting agar masyarakat mengetahui siapa yang benar-benar menjaga integritas KPK.

”Ini menjadi pelajaran penting agar pimpinan KPK tak menemui siapa pun, termasuk politisi, yang kemungkinan bisa terkait perkara korupsi. Ke depan, pimpinan KPK tak boleh melanggar etika karena Kode Etik KPK sangat berat serta menuntut pimpinan dan staf rela meninggalkan kehidupan sosial,” kata Danang.

Ungkap perkara besar

Bagi Komaruddin, putusan Komite Etik KPK sudah merupakan sanksi sosial bagi mereka yang disebut melanggar etika ringan, termasuk yang diputuskan secara tak bulat. Mereka sebaiknya meminta maaf kepada masyarakat. Setelah itu, jangan biarkan masalah ini merongrong KPK karena tidak produktif bagi pemberantasan korupsi.

”Daripada terus berkutat pada soal ini, lebih baik KPK membuktikan diri mempunyai integritas, bersih, dan independen dengan mengungkapkan perkara korupsi besar,” katanya. Apalagi, KPK masih memiliki tunggakan sejumlah perkara korupsi.

Namun, Wakil Ketua Umum Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) Fadli Zon berharap, mereka yang dinilai melanggar etika, baik lewat keputusan bulat maupun terpecah, sebaiknya mundur dari KPK. Hal itu lebih terhormat dan dapat menyelamatkan integritas lembaga itu.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com