Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Selidiki Temuan Uang di Rumah Sindu

Kompas.com - 06/10/2011, 15:00 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Komisi Pemberantasan Korupsi menyita dan menyelidiki uang Rp 100 juta, sebuah brankas, dan sejumlah dokumen saat menggeledah rumah Sindu Malik, mantan pejabat Kementerian Keuangan.

Sindu beberapa kali diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai saksi dalam kasus dugaan suap program Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah Transmigrasi (PPID Transmigrasi) di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemennakertrans). Penggeledahan tersebut berlangsung kemarin, Rabu (5/10/2011), di dua rumah Sindu di kawasan rumah susun Bendungan Hilir, Jakarta Pusat, dan di kompleks Kementerian Keuangan, Ciledug, Jakarta Selatan.

"Kami sedang telusuri apa ada hubungannya (barang sitaan) dengan kasus ini," kata Juru Bicara KPK Johan Budi di Jakarta, Kamis (6/10/2011).

KPK menduga uang Rp 100 juta tersebut ada hubungannya dengan kasus Kemennakertrans. Saat penyidik menanyakan soal uang itu kepada Sindu, ia tidak dapat menjelaskan. "Dia (Sindu) belum bisa kasih pernyataan detail soal uang itu apa. Kalau dalam proses ada pernyataan, mungkin saja uang itu dikembalikan," ujar Johan.

Sementara isi brankas yang disita, Johan mengaku belum mengetahuinya. Saat disita, kata Johan, brankas itu belum dibuka. Johan juga mengatakan, sejumlah dokumen yang disita dari rumah Sindu berupa kertas surat. Namun, dia belum dapat menjelaskan detail isi surat-surat itu.

Dalam kasus dugaan suap Kemennakertrans, KPK menetapkan Sekretaris Direktur Jenderal di Direktorat Jenderal Pembinaan Pengembangan Kawasan Transmigrasi Kemennakertrans (Dirjen P2KT Kemennakertrans) I Nyoman Suisnaya dan Kepala Bagian Program, Evaluasi, dan Pelaporan Direktorat Jenderal P2KT Dadong Irbarelawan, serta perwakilan PT Alam Jaya Papua, Dharnawati, sebagai tersangka. Ketiganya diduga mencoba menyuap Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar dengan alat bukti uang Rp 1,5 miliar.

Ketiga tersangka pernah mengungkapkan keterlibatan Sindu. Dharnawati mengaku didesak Sindu untuk memberikan fee sebesar 10 persen melalui Nyoman dan Dadong. Adapun Nyoman mengatakan bahwa Sindu bersama Ali Mudhori (yang mengaku staf khusus Muhaimin), Fauzi (staf khusus Muhaimin), dan Iskandar Pasojo (Acos) mengaku sebagai konsultan Badan Anggaran DPR. Keempatnya menawarkan proyek pembangunan infrastruktur kepada Kemennakertrans.

Sejauh ini, KPK telah beberapa kali memeriksa Sindu, Ali, Fauzi, dan Acos serta ketiga tersangka. Menurut Johan, hingga kini belum ada penambahan jumlah tersangka. "Sampai saat ini (Sindu) masih saksi," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

    Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

    Nasional
    Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

    Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

    Nasional
    Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

    Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

    Nasional
    Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin:  Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

    Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin: Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

    Nasional
    Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

    Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

    Nasional
    Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta 'Selfie'

    Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta "Selfie"

    Nasional
    Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan 'Presidential Club'

    Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan "Presidential Club"

    Nasional
    Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

    Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

    Nasional
    Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya 'Clean and Clear'

    Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya "Clean and Clear"

    Nasional
    Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

    Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

    Nasional
    Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada 'Presidential Club'

    Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada "Presidential Club"

    Nasional
    Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

    Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

    Nasional
    “Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

    “Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

    Nasional
    Soal Orang 'Toxic' Jangan Masuk Pemerintahan Prabowo, Jubir Luhut: Untuk Pihak yang Hambat Program Kabinet

    Soal Orang "Toxic" Jangan Masuk Pemerintahan Prabowo, Jubir Luhut: Untuk Pihak yang Hambat Program Kabinet

    Nasional
    Cak Imin Harap Pilkada 2024 Objektif, Tak Ada “Abuse of Power”

    Cak Imin Harap Pilkada 2024 Objektif, Tak Ada “Abuse of Power”

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com