JAKARTA, KOMPAS.com — Kepala Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Syamsudin Haris menilai, kehebohan wacana perombakan Kabinet Indonesia Bersatu II disebabkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sendiri.
Syamsudin mengatakan, sejak awal pembentukan kabinet, cara yang digunakan Presiden Yudhoyono sudah menimbulkan kesan heboh. "Reshuffle itu adalah anomali dalam kehidupan politik sebab reshuffle kabinet itu sebenarnya tidak bikin heboh dalam sistem presidensial. Yang heboh itu kan kalau sistemnya parlementer," kata Syamsudin dalam diskusi bertajuk "Reshuffle dan Masa Depan Pemerintahan SBY" di Hotel Sahid, Jakarta, Selasa (4/10/2011).
Ia menambahkan, kehebohan tersebut dimulai semenjak uji kepatutan dan kelayakan para calon menteri. Menurutnya, walaupun yang dipilih hanya beberapa orang, Presiden selalu mendramatisasi persoalan yang penting, tetapi dengan substansi yang tidak tampak.
"Jadi, solusinya seharusnya bukan pada reshuffle, melainkan pada gaya kepemimpinan Pak SBY yang terkesan lembek, suka janji-janji kompromistis, tetapi takut pada partai politik di Senayan (DPR)," ujarnya.
Oleh karena itu, Syamsudin menyarankan agar Presiden Yudhoyono harus mengubah gaya kepemimpinannya agar reshuffle tidak berakhir sia-sia. Menurutnya, klaim Presiden yang akan melakukan reshuffle berbasis kinerja tidak akan pernah terjadi jika selalu menggunakan basis politik dalam perombakan kabinet tersebut.
"Hal itu bisa dilihat pada saat akhir Kabinet Indonesia Bersatu I. Ketika itu Presiden SBY mengklaim kinerja kabinetnya baik, tetapi hampir 90 persen menterinya diganti. Ini kan menunjukkan inkonsistensi dan bahwa masih adanya politik transaksional dalam pemerintahan kita sekarang," kata Syamsudin.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.