Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Permainan di Badan Anggaran Tertutup

Kompas.com - 29/09/2011, 03:44 WIB

Jakarta, Kompas - Dugaan praktik korupsi dan permainan proyek di Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat, yang terkadang disebut mafia anggaran, melibatkan banyak pihak dan tertutup. Sulit untuk membuktikan dugaan permainan itu karena praktiknya seperti orang buang gas. Ada bau, tetapi sulit diketahui siapa yang membuang gas.

Pengakuan itu dikatakan anggota Badan Anggaran DPR dari Fraksi Partai Golkar, Bambang Soesatyo, di Jakarta, Rabu (28/9). ”Meski diubek-ubek, tetap sulit membuktikan dugaan adanya permainan di Badan Anggaran itu,” katanya.

Menurut Bambang, kemungkinan permainan di Badan Anggaran dipicu oleh terbatasnya anggaran negara di satu sisi serta besarnya permintaan di sisi lain. Cara termudah mengatasi praktik itu adalah memperketat pelaksanaan tender proyek di kementerian. ”Coba Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengawasi ketat semua tender di kementerian. Pasti ada pihak yang berteriak. Dari sana, dapat dibuka permainannya,” ujarnya.

Kondisi ini, kata Bambang, karena ada kelompok tertentu yang sering disebut broker yang menguasai proyek di kementerian. Broker ini yang diduga bermain, baik di kementerian maupun saat pembahasan anggaran di DPR.

”Mereka itu diduga berani main-main karena meyakini pasti akan mendapatkan proyeknya. Untuk itu, jika tender dilakukan dengan benar, praktik ini lebih mudah terbongkar,” ujarnya.

Pengakuan Muhammad Nazaruddin, mantan Bendahara Umum Partai Demokrat dan mantan anggota Badan Anggaran DPR, mengenai fee untuk sejumlah proyek, seperti pembangunan wisma atlet SEA Games di Palembang, Sumatera Selatan, menunjukkan hal itu. Nazaruddin, yang kini menjadi tersangka korupsi proyek wisma atlet, mendapatkan komisi 18 persen dari nilai proyek, yang dananya mengalir pula ke pejabat eksekutif dan DPR.

Permainan diduga dilakukan dengan anggota Badan Anggaran meminta proyek atau komisi ke kementerian atau lembaga tertentu. Imbalannya, anggaran yang diajukan disetujui DPR.

”Saya tidak tahu dan tidak tertarik dengan permainan di Badan Anggaran DPR. Namun, setiap anggota DPR bisa mengusulkan program untuk daerah pemilihannya melalui komisi yang bersangkutan. Menteri, dalam tahap tertentu, juga memiliki diskresi untuk menentukan lokasi dari proyek yang telah disetujui oleh pemerintah dan DPR,” tutur Bambang.

Beragam permainan di Badan Anggaran DPR, yang informasinya diperoleh Kompas, belum bisa dikonfirmasi karena Bambang tak tertarik dengan permainan itu. Diperoleh informasi, ada anggaran yang disepakati Badan Anggaran DPR untuk proyek di kementerian tertentu yang tidak dibahas komisi di DPR yang membidangi kementerian itu.

Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Tjahjo Kumolo berharap Badan Anggaran DPR bisa lebih terbuka, misalnya dengan melibatkan KPK dan Badan Pemeriksa Keuangan dalam pembahasan anggaran di badan itu. Pada saat yang sama, pembahasan antara komisi di DPR dan kementerian terkait dengan pembahasan anggaran proyek harus lebih dimaksimalkan.

Dua unsur pimpinan Badan Anggaran, Tamsil Linrung dan Olly Dondokambey, Rabu, tidak datang ke KPK untuk diperiksa. KPK mengirimkan kembali surat panggilan untuk memeriksa keduanya pada Senin depan.

Menurut Johan Budi SP, Juru Bicara KPK, keduanya diperiksa untuk tersangka Dharnawati dalam kasus dugaan suap terkait program Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah Transmigrasi di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Sebenarnya ada pembicaraan KPK dengan Tamsil dan Olly bahwa keduanya sepakat diperiksa hari Rabu. Keduanya diperiksa pekan lalu bersama dua unsur pimpinan lain, yaitu Melchias Markus Mekeng dan Mirwan Amir. Namun, pemeriksaan Olly dan Tamsil belum selesai sehingga perlu dilanjutkan.

Kasus ini berawal saat KPK, Agustus lalu, menangkap tiga orang yang diduga melakukan serah terima uang Rp 1,5 miliar terkait dengan program Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah Transmigrasi. Nilai program itu mencapai Rp 500 miliar yang berasal dari APBN-P 2011. Mereka yang ditangkap adalah Dadong Irbarelawan dan I Nyoman Suisnaya dari Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi serta Dharnawati.

Ombudsman jadi ”korban”

Ombudsman Republik Indonesia (ORI) merasakan menjadi ”korban” Badan Anggaran. ORI sama sekali tidak mendapatkan anggaran dari APBN Perubahan tahun 2011. Penyebabnya diduga karena pimpinan ORI menolak memberikan proyek di lembaga itu kepada salah satu anggota Badan Anggaran dari Fraksi Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura), Miryam S Haryani.

Rabu, di Jakarta, anggota ORI, Hendra Nurtjahjo, menuturkan, Sekretaris Jenderal ORI Suhariyono sempat menuturkan adanya permintaan khusus dari Miryam, yang juga anggota Komisi II DPR. Komisi II DPR adalah mitra kerja ORI. Permintaan khusus ini berupa proyek sosialisasi yang akan dibiayai oleh APBN-P agar diberikan kepada Miryam.

Pimpinan ORI berpesan kepada Suhariyono agar tak ada deal apa pun dengan Badan Anggaran DPR untuk bisa mendapatkan anggaran. Permintaan Miryam tersebut ditolak.

”Kami sama sekali tak mendapatkan dana dalam APBN-P 2011. Padahal, dalam rapat dengan Komisi II DPR pada Maret 2011 disepakati, ORI mendapatkan Rp 31,7 miliar dalam APBN-P,” kata Hendra.

Anggota ORI lain, Budi Santoso, menuturkan, pada Juli 2011 dia ikut bersama rombongan Komisi II DPR melakukan kunjungan kerja ke Jawa Barat. Miryam ikut serta. ”Saya sempat bertanya bocoran APBN-P kepada Ibu Miryam. Beliau jawab, kami tak dikasih. Saya lantas bertanya mengapa? Beliau menjawab, waktu itu Sekjen ORI datang dan mengatakan mendapat pesan agar tak memberikan apa-apa. Jadi, ORI enggak usah dikasih sekalian.” katanya.

Hendra mengatakan, ORI akan mengadu kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono soal modus mendapatkan alokasi anggaran di Badan Anggaran DPR itu. Miryam belum bisa dikonfirmasi.

Wakil Ketua Fraksi Partai Hanura DPR Sarifudin Sudding mengatakan, partainya telah meminta klarifikasi kepada Miryam soal tudingan dari ORI itu. ”Ibu Miryam tidak membenarkan tuduhan itu karena keputusan alokasi anggaran ditentukan Badan Anggaran, bukan oleh individu,” katanya. (bil/ray/nwo)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com