Hal itu dikatakan Staf Khusus Presiden Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, dan Pemberantasan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) Denny Indrayana, Kamis (15/9), di Jakarta. Dia semalam mengaku baru bertemu dengan Presiden Yudhoyono.
”Presiden menegaskan persetujuannya untuk menguatkan pesan penjeraan kepada pelaku kejahatan terorganisasi, khususnya korupsi dan terorisme. Untuk itu, pengurangan hukuman atau remisi kepada koruptor dan teroris disetujui dihentikan,” ujarnya.
Secara rutin, setiap hari besar keagamaan dan perayaan kemerdekaan 17 Agustus, Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar memberikan remisi kepada ribuan narapidana, termasuk terpidana kasus korupsi dan terorisme. Kebijakan itu diprotes sejumlah kalangan karena tak menjerakan.
Menurut Denny, alasan dihentikannya remisi itu, selain supaya pemidanaan terhadap koruptor dan pelaku terorisme menjadi lebih jelas, juga agar sejalan dengan semangat antikorupsi yang mendasari pemidanaannya. Kebijakan penghentian remisi bagi pelaku korupsi dan terorisme itu harus dilakukan sejalan dengan perbaikan aturan yang melatarbelakanginya.
Secara terpisah, Patrialis menyatakan, ia telah membentuk tim moratorium remisi yang dipimpin Direktur Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM Untung Sugiyono. Tim itu dibentuk terkait dengan instruksi Presiden Yudhoyono, Kamis, agar pengurangan hukuman bagi pelaku korupsi dan terorisme dihentikan.
”Tim akan merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2006 tentang Pemberian Remisi,” kata Patrialis. Jika PP itu tak diubah, kementeriannya harus memberikan remisi kepada narapidana, termasuk koruptor dan pelaku terorisme.
Komitmen pemerintah terhadap pemberantasan korupsi, kata Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi Politik Daniel Sparringa, juga ditunjukkan dengan kebijakan Presiden yang akan langsung mencopot menteri yang ditetapkan sebagai tersangka. Penjelasan ini juga menepis tudingan bahwa pemerintahan Yudhoyono memelihara budaya korupsi.
Presiden memiliki komitmen yang kuat untuk membersihkan pemerintahannya dari korupsi. ”Tudingan memelihara korupsi itu sangat keras, tetapi sesungguhnya kurang tepat karena Presiden memiliki komitmen membersihkan pemerintahannya dari korupsi,” kata Daniel, Kamis.
Pemerintah dituding memelihara budaya korupsi. Presiden menyatakan berada paling depan untuk memberantas korupsi, tetapi tidak berdaya saat korupsi terkuak di sejumlah kementerian. Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah Laode Ida menilai korupsi di Kementerian Pemuda dan Olahraga serta Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi sudah terang, tetapi Presiden tak mencopot menterinya (Kompas, 15/9).
Daniel mengakui, Presiden telah meminta klarifikasi terhadap beberapa menteri yang disebut- sebut terkait kasus penyuapan atau korupsi di kementeriannya. Namun, Presiden berpegang pada terminologi hukum, yang terlibat adalah yang ditetapkan sebagai tersangka. Jika ada menteri yang ditetapkan sebagai tersangka, dia akan langsung dicopot.
”Sesuai pakta integritas yang ditandatangani di hadapan Presiden, menteri diberhentikan secara resmi ketika ditetapkan sebagai tersangka. Jadi, tiada yang dipelihara, apalagi hal yang buruk,” ujarnya.
Di Jakarta, Rabu, Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Politik Rakyat China Li Jinhua mengakui, tak hanya Indonesia yang menghadapi masalah korupsi. China pun menghadapi persoalan korupsi sampai kini. Korupsi terjadi sejak dahulu dan menjadi persoalan sejarah. Karena itu, penanganannya membutuhkan sikap tegas.
Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.