Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menyoalkan Surat Palsu MK

Kompas.com - 08/09/2011, 02:05 WIB

Eddy OS Hiariej

Lebih dari tiga bulan pengungkapan surat palsu Mahkamah Konstitusi seolah tersendat dan jalan di tempat. Sampai saat ini, Polri baru menetapkan dua tersangka, yakni Masyhuri Hasan dan Zainal Arifin Hoesein, yang notabene keduanya adalah pegawai MK.

Padahal secara kasatmata, berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan oleh Panitia Kerja (Panja) Mafia Pemilu DPR, aktor-aktor yang terlibat dalam pembuatan surat palsu sudah terang benderang diketahui publik. Kendati Panja Mafia Pemilu belum memberikan kesimpulan dan rekomendasi hasil pemeriksaan, fakta yang terungkap dalam rapat panitia kerja itu sudah dapat dijadikan bukti permulaan yang cukup oleh pihak kepolisian untuk menemukan aktor utama di balik kasus pemalsuan surat Mahkamah Konstitusi (MK) tersebut.

Dalam hukum pidana, kejahatan pemalsuan surat meliputi membuat surat palsu ataupun memalsu surat. Membuat surat palsu berarti membuat surat yang sebagian atau seluruhnya berisi keterangan, pernyataan, atau fakta tidak benar.

Di sini tidak mesti ada surat asli. Tegasnya, membuat surat palsu termasuk membuat surat yang tadinya tidak ada menjadi ada dan berisi keterangan yang tidak benar. Sementara memalsu surat berarti mengubah isi surat seolah-olah surat tersebut adalah surat asli. Artinya, harus ada surat asli dan harus ada surat yang dipalsukan.

Berdasarkan Pasal 263 KUHP, yang diancam pidana tidak hanya mereka yang membuat surat palsu atau memalsu surat, tetapi juga mereka yang menggunakan surat palsu tersebut padahal mereka mengetahui bahwa surat tersebut berisi keterangan tidak benar. Modus operandi kejahatan pemalsuan surat tergolong sederhana sehingga pembuktiannya tidaklah rumit.

Oleh karena itu, cukup mengherankan apabila dalam konteks pemalsuan surat MK ini polisi menyatakan sulit membedakan antara surat asli dan surat palsu.

Colin Evans dalam Criminal Justice: Evidence (2010: 7) memasukkan surat ke circumstantial evidence atau bukti tidak langsung. Secara teoretis, Gerstenfeld mendefinisikan circumstantial evidence sebagai bukti yang membutuhkan pembuktian lebih lanjut sebelum menarik kesimpulan atas bukti tersebut.

Surat palsu dan dipalsukan

Dalam konteks pemalsuan surat, untuk menentukan apakah suatu surat itu palsu atau tidak memerlukan pembuktian lebih lanjut (corroborating evidence), baik melalui keterangan saksi, keterangan ahli, maupun bukti fisik (physical evidence) yang telah diuji di laboratorium forensik.

Secara sederhana, meskipun suatu surat menggunakan kertas kop asli lengkap dengan stempel dan tanda tangan yang asli, tetapi jika isinya menerangkan fakta yang tidak benar berdasarkan keterangan saksi-saksi, surat tersebut adalah surat palsu. Begitu juga sebaliknya, jika suatu surat yang berisi keterangan sesuai dengan fakta sebenarnya tetapi kertas kop berikut stempel dan tanda tangannya dipalsukan, surat tersebut juga termasuk surat palsu.

Kembali pada pemalsuan surat MK, paling tidak ada tiga catatan. Pertama, penetapan Zainal Arifin Hoesein dalam kasus pemalsuan surat MK agak aneh. Hal ini mengingat Zainal adalah pelapor dalam kasus tersebut. Jika Zainal memunyai dolus malus (niat jahat) untuk memalsu surat kemudian bertindak sebagai pelapor dalam kasus tersebut, itu berarti Zainal menggali lubang untuk dirinya sendiri.

Kedua, profesionalisme Polri dalam mengungkapkan kasus pemalsuan surat MK dipertaruhkan jika pengungkapan kasus ini hanya berhenti dengan mendudukkan Masyhuri dan Zainal di kursi pesakitan sebagai terdakwa tanpa menyeret dalang di belakang pemalsuan surat tersebut. Publik akan bertanya, apa motivasi Masyhuri dan Zainal memalsukan surat MK? Jika motivasi mereka disebabkan diiming-imingi atau diberi sesuatu, maka yang menggerakkan (uitlokken) ataupun yang menyuruh (doenplegen) mereka berbuat demikian adalah pelaku peserta dalam delik penyertaan yang juga harus diproses secara hukum.

Ketiga, kasus pemalsuan surat MK hanyalah puncak gunung es dari kejahatan pemilu yang dilakukan secara masif dan sistematis. Masyarakat berharap kasus yang sudah tampak jelas ini sebagai pintu masuk untuk membongkar berbagai kejahatan pelaksanaan pemilu.

Akan tetapi, jika kasus pemalsuan surat MK yang sangat sederhana ini tidak mampu diungkapkan oleh Polri sampai ke akar-akarnya, itu berarti penegakan hukum di Indonesia masih menghamba kepada kekuasaan dan tidak mengabdi kepada hukum itu sendiri.

Eddy OS Hiariej Guru Besar Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com