Satgas juga meminta polisi lebih transparan dalam penetapan tersangka. Selain itu, Satgas akan mengkaji lebih mendalam kasus tersebut dengan meminta informasi dari pihak-pihak terkait.
Demikian disampaikan oleh anggota Satgas, Mas Achmad Sentosa dan Darmono, Selasa (6/9), seusai menerima pengaduan dari Zainal, yang datang ke kantor Satgas dengan didampingi kuasa hukumnya, Andri M Asrun dan Achmad Rifai.
”Kami mencium adanya keganjilan. Sebab, dari fakta yang disampaikan, terlihat justru Zainal yang melaporkan (dugaan pemalsuan) dan laporan tersebut juga sudah disampaikan ke pimpinan MK. Justru tindak lanjutnya malah Zainal ditetapkan sebagai tersangka,” kata Mas Achmad.
Rifai menegaskan, Zainal posisinya jelas dikorbankan. ”Ia sudah memberi tahu Komisi Pemilihan Umum tentang adanya surat palsu MK dan itu tidak ditindaklajuti. Justru komisioner KPU menggunakan surat palsu itu dalam rapat pleno,” katanya.
Secara terpisah, Kepala Polri Jenderal (Pol) Timur Pradopo, yang dimintai tanggapan terkait penilaian Satgas akan adanya kejanggalan dalam penanganan kasus tersebut, menyatakan, penetapan Zainal sebagai tersangka sudah didasarkan fakta yang diperoleh dari penyidikan.
Saat ditanya mengenai belum ditetapkannya auktor intelektualis dalam kasus ini sebagai tersangka, Timur menegaskan, penanganan kasus ini belum selesai. Penetapan tersangka baru bisa saja berkembang berdasarkan fakta penyelidikan.
Koordinator Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Sebastian Salang kemarin mengatakan, kalau (bekas anggota KPU) Andi Nurpati tidak ditetapkan sebagai tersangka (padahal perannya sudah diungkap dalam rapat Panja Mafia Pemilu Komisi II DPR), publik bisa tarik kesimpulan sendiri, ada apa ini semua.
Pada Rabu (7/9) siang ini, organisasi masyarakat sipil Lingkar Madani untuk Indonesia (Lima) dan Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) akan menyampaikan surat protes ke Badan Reserse Kriminal Polri atas kelambanannya menangani kasus surat palsu MK.(DIK/WHY)