Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mendagri: Silakan DPR Membentuk Panja

Kompas.com - 05/09/2011, 02:07 WIB

Jakarta, Kompas - Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi mempersilakan DPR membentuk panitia kerja untuk memantau pelaksanaan pengadaan KTP elektronik. Dengan demikian, diharapkan tidak ada celah penyimpangan yang terjadi.

”Sejak dua bulan lalu DPR mengatakan akan membentuk panja, tetapi tidak pernah ditindaklanjuti. Kami justru menunggu undangan DPR untuk menjelaskan,” tutur Gamawan, Sabtu (3/9), di Jakarta.

Pelaksanaan proyek KTP elektronik yang sering disebut e-KTP itu dimulai dengan penerbitan nomor induk kependudukan (NIK) pada 2009 hingga 2011. Pengadaan KTP elektronik dilakukan selama dua tahun, 2011 dan 2012. Alokasi dana proyek itu lebih dari Rp 6 triliun, sebanyak Rp 5,8 triliun di antaranya untuk pengadaan perangkat, jaringan, dan pelatihan petugas.

Penetapan anggaran KTP elektronik, kata Gamawan, dilakukan oleh DPR. DPR pula yang meminta penyelesaian pelaksanaan KTP elektronik dipercepat dari usul Kementerian Dalam Negeri pada 2013 menjadi 2012.

KTP elektronik di India, kata Gamawan, menggunakan cip seperti KTP elektronik di Indonesia. Namun, KTP elektronik Indonesia akan lebih kompleks. Pasalnya, selain menyimpan biodata penduduk dan NIK (unique identification), juga digunakan biometri atau rekaman sidik jari dan rekaman iris mata.

Kualitas KTP elektronik itu juga akan sama dengan KTP elektronik warga Jerman, tetapi harganya lebih murah. Harga setiap KTP elektronik di Indonesia berkisar Rp 16.000, sedangkan di Jerman sekitar Rp 70.000.

Sebelumnya, anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) Akbar Faisal mengatakan, muncul dugaan penggelembungan dalam proyek KTP elektronik. Dalam laporan konsorsium yang kalah tender, yaitu Konsorsium Solusi dan Konsorsium PT Telkom, biaya proyek itu Rp 3,91 triliun.

Oleh karena itu, anggota Komisi II DPR dari Fraksi PKB Malik Haramain mengatakan, Komisi II berencana membentuk Panja KTP elektronik.

Menurut Gamawan, sebelum penentuan harga perkiraan sendiri (HPS) yang digunakan dalam pembahasan RAPBN dan tender, Kemendagri sudah menanyakan perkiraan harga yang akan ditawarkan. Dari jawaban rekanan yang kemudian menjadi anggota konsorsium pelapor, muncul angka yang jauh lebih tinggi, yakni Rp 9,7 triliun.

”Lelang juga dinyatakan wajar oleh BPKP. Kami juga sudah mempersilakan Bagian Pencegahan KPK ataupun ICW untuk memantau supaya tidak ada celah korupsi,” ujarnya. (INA)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com