Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Fee" Itu Juga untuk DPR...

Kompas.com - 02/09/2011, 13:19 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Dua pejabat Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, yakni Dadong Irbarelawan dan I Nyoman Suisanaya, disebut meminta fee 10 persen kepada Dharnawati selaku kuasa direksi PT Alam Jaya Papua untuk menjadikan perusahaan tersebut rekanan pada program Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah Transmigrasi di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans).

Fee 10 persen dari nilai proyek yang dijanjikan kepada Dharnawati itu untuk mengurus pemenangan perusahaan ke Menakertrans Muhaimin Iskandar dan ke Badan Anggaran DPR (Banggar DPR). Hal tersebut disampaikan kuasa hukum Dharnawati, Farhat Abbas, saat dihubungi Kompas.com, Jumat (2/9/2011).

"Klien kami belum pernah setor ke Banggar, tetapi pernah dimintain sama Dadong dan Nyoman. Mereka minta, nanti mereka atur ke DPR," kata Farhat.

Baik Dharnawati, Dadong, maupun Nyoman menjadi tersangka dalam kasus dugaan suap program Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah Transmigrasi (PPIDT) dengan alat bukti Rp 1,5 miliar. Namun, Farhat belum mengetahui besaran proyek yang dijanjikan untuk Dharnawati itu. Menurut dia, kliennya belum mendapatkan proyek apa pun. Dharnawati hanya dijanjikan akan mendapatkan proyek jika memberi fee. Sementara itu, Farhat mengklaim bahwa kliennya tidak jadi memberikan fee kepada kedua pejabat itu.

"Dari awal, dia (Dadong dan Nyoman) selalu mengatakan 10 persen di awal. Nanti bisa diadain proyek, dari enggak ada, jadi ada," ungkapnya.

Terkait uang Rp 1,5 miliar yang diduga digelontorkan Dharnawati untuk dua pejabat, Farhat mengatakan bahwa uang itu merupakan dana pinjaman. Kedua pejabat, setelah tidak berhasil mendapatkan fee, lantas meminjam kepada Dharnawati untuk tunjangan hari raya Lebaran. Kedua pejabat itu pun, lanjutnya, menjual nama Muhaimin. "Mereka menjual nama menteri. Katanya sepengetahuan menteri," ucap Farhat.

Sebelumnya, Farhat juga mengungkapkan bahwa nama Muhaimin disebut dalam surat penangkapan KPK untuk kliennya. Ketiga tersangka diduga akan memberikan uang itu kepada Muhaimin. "Iya, diduga secara bersama-sama ketiganya menyuap menteri, padahal belum tentu menteri menerima atau menyuruh, ya," ujar Farhat.

Sementara itu, pihak KPK belum dapat dimintai konfirmasi soal surat penahanan itu. Kasus dugaan suap terkait PPIDT ini melibatkan pengusaha wanita Dharnawati, Dadong selaku Kepala Bagian Perencanaan dan Evaluasi, serta Nyoman Suisanaya selaku Sekretaris Dirjen di Direktorat Jenderal Pembinaan Pengembangan Kawasan Transmigrasi (P2KT).

Ketiganya tertangkap tangan pada pekan lalu dan disangka melakukan tindak pidana suap terkait proyek PPIDT yang bernilai total Rp 500 miliar. Bersamaan dengan penangkapan ketiganya, KPK menyita uang Rp 1,5 miliar dari kantor Dadong di lantai 2 gedung P2KT sebagai alat bukti. Uang disimpan dalam kardus durian.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Survei Litbang 'Kompas': Citra KPU-Bawaslu Menguat Seusai Pemilu 2024

    Survei Litbang "Kompas": Citra KPU-Bawaslu Menguat Seusai Pemilu 2024

    Nasional
    Survei Litbang “Kompas': Citra Positif Lembaga Negara Meningkat, Modal Bagi Prabowo-Gibran

    Survei Litbang “Kompas": Citra Positif Lembaga Negara Meningkat, Modal Bagi Prabowo-Gibran

    Nasional
    Prabowo Ucapkan Selamat Ulang Tahun ke Jokowi, Unggah 3 Foto Bareng di Instagram

    Prabowo Ucapkan Selamat Ulang Tahun ke Jokowi, Unggah 3 Foto Bareng di Instagram

    Nasional
    Ingin Usung Kader Sendiri di Jakarta, PDI-P: Bisa Cagub atau Cawagub

    Ingin Usung Kader Sendiri di Jakarta, PDI-P: Bisa Cagub atau Cawagub

    Nasional
    PDI-P Siapkan Kadernya Jadi Cawagub Jabar Dampingi Ridwan Kamil

    PDI-P Siapkan Kadernya Jadi Cawagub Jabar Dampingi Ridwan Kamil

    Nasional
    6 Jaksa Peneliti Periksa Berkas Pegi Setiawan

    6 Jaksa Peneliti Periksa Berkas Pegi Setiawan

    Nasional
    Mendagri: Pj Kepala Daerah yang Maju Pilkada Harus Mundur dari ASN Maksimal 40 Hari Sebelum Pendaftaran

    Mendagri: Pj Kepala Daerah yang Maju Pilkada Harus Mundur dari ASN Maksimal 40 Hari Sebelum Pendaftaran

    Nasional
    Polri Punya Data Anggota Terlibat Judi 'Online', Kompolnas: Harus Ditindak Tegas

    Polri Punya Data Anggota Terlibat Judi "Online", Kompolnas: Harus Ditindak Tegas

    Nasional
    Golkar Sebut Elektabilitas Ridwan Kamil di Jakarta Merosot, Demokrat: Kami Hormati Golkar

    Golkar Sebut Elektabilitas Ridwan Kamil di Jakarta Merosot, Demokrat: Kami Hormati Golkar

    Nasional
    Ulang Tahun Terakhir sebagai Presiden, Jokowi Diharapkan Tinggalkan 'Legacy' Baik Pemberantasan Korupsi

    Ulang Tahun Terakhir sebagai Presiden, Jokowi Diharapkan Tinggalkan "Legacy" Baik Pemberantasan Korupsi

    Nasional
    Bansos untuk Korban Judi Online, Layakkah?

    Bansos untuk Korban Judi Online, Layakkah?

    Nasional
    Mendagri Minta Tak Ada Baliho Dukungan Pilkada Pj Kepala Daerah

    Mendagri Minta Tak Ada Baliho Dukungan Pilkada Pj Kepala Daerah

    Nasional
    Gangguan Sistem Pusat Data Nasional, Pakar: Tidak Terjadi kalau Pemimpinnya Peduli

    Gangguan Sistem Pusat Data Nasional, Pakar: Tidak Terjadi kalau Pemimpinnya Peduli

    Nasional
    Dari 3 Tahun Lalu, Pakar Prediksi Gangguan Sistem Bakal Menimpa PDN

    Dari 3 Tahun Lalu, Pakar Prediksi Gangguan Sistem Bakal Menimpa PDN

    Nasional
    Dompet Dhuafa Distribusikan Sekitar 1.800 Doka di Jateng

    Dompet Dhuafa Distribusikan Sekitar 1.800 Doka di Jateng

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com