JAKARTA, KOMPAS.com — Bertemu dengan sosok Susilo Bambang Yudhoyono, bagi Rumiyati (54), warga Condet, Jakarta Timur, nyatanya masih jauh dari bayangan. Setelah menunggu selama lebih dari empat jam, tukang pijat keliling tersebut tidak terangkut mobil polisi yang sedianya membawa warga yang akan bersilaturahim pada acara open house di Istana Merdeka.
Demi bertemu sang Presiden, Rumiyati yang juga penderita katarak ini rela berganti bus hingga tiga kali dari Condet. "Saya hanya ingin bertemu Presiden. Enggak dapat uang juga tidak mengapa," tutur perempuan asli Madiun, Jawa Timur, ini, Rabu (31/8/2011) di pelataran Monas.
Sepanjang hidup, Rumiyati tidak pernah melihat langsung SBY. Bagi warga kecil sepertinya, bertemu langsung atau bahkan bisa bersalaman dengan orang nomor satu di Indonesia ini menjadi satu kebanggaan tersendiri. Terlebih, dia merasa memiliki kedekatan emosional sebagai warga Jawa Timur dengan SBY yang asli Pacitan.
Untuk itu, meskipun dua tahun terakhir gagal bersalaman dengan Presiden, dia berharap tahun ini berhasil. Tahun ini, warga yang ingin bersalaman dengan SBY di kantor Kementerian Sekretaris Negara dikumpulkan terlebih dulu di beberapa tenda di pelataran kantor Sekretariat Negara dan kawasan Silang Monas.
Setelah itu, mereka akan diangkut dengan bus polisi ke areal kantor Sekretariat Negara saat open house dibuka pada pukul 15.00. Hal ini untuk menghindari peristiwa mengenaskan pada tahun lalu, ketika seorang warga penderita tunanetra meninggal dunia saat berdesak-desakan pada acara yang sama.
Selain itu, pelaksanaan open house tahun ini dibatasi dari pukul 15.00 hingga 17.00. Ironinya, saat ditanya tentang kebijakan pemerintahan yang dirasa bermanfaat bagi warga miskin sepertinya, Rumiyati hanya menggeleng-gelengkan kepala.
"Enggak tahu juga. Yang pasti harga-harga semakin mahal. Enggak terjangkaulah buat kami yang seperti ini," keluh Rumiyati, yang hanya berpenghasilan sekitar Rp 550.000 per bulan.
Fenomena menyeruaknya hasrat puluhan ribu warga bertemu SBY saat Lebaran tiba terus berulang. Mereka ingin menjangkau tangan pemimpinnya karena, boleh jadi, kebijakan yang ada selama ini tak menjangkau mereka.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.