JAKARTA, KOMPAS.com — Komisi Pemberantasan Korupsi telah melengkapi syarat pengajuan permohonan red notice (permohonan penangkapan internasional) terhadap Neneng Sri Wahyuni, istri Muhammad Nazaruddin, yang menjadi tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi 2008.
KPK telah menambahkan sidik jari Neneng dan mengirimkan kembali permohonan itu ke Mabes Polri untuk diteruskan ke Kepolisian Internasional (Interpol). Hal itu disampaikan oleh Wakil Ketua KPK M Jasin di Gedung KPK Jakarta, Jumat (19/8/2011).
"Red notice yang kita kirim ke kepolisian ada beberapa kelengkapan yang kita lengkapi, sidik jari. Sudah dikirimkan (ke kepolisian), hari ini atau kemarin," kata Jasin.
Namun, KPK belum menerima jawaban dari Interpol terkait permohonan itu. "Hanya sidik jari saja kurangnya, (permohonan red notice) akan langsung diteruskan (ke Interpol)," ujar Jasin.
Sebelumnya, Polri melalui Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen Anton Bachrul Alam menyampaikan bahwa permohonan red notice Neneng belum dapat diteruskan lantaran kurang lengkap. Belum ada sampel sidik jari Neneng.
Selain itu, kata Anton, perlu dilakukan pemaparan perkara yang menjerat Neneng kepada Divisi Hubungan Internasional Polri. Neneng diketahui menemani Nazaruddin, tersangka kasus wisma atlet dalam pelariannya yang berakhir di Cartagena, Kolombia.
Neneng tidak ikut ditangkap dan dipulangkan ke Indonesia karena dinilai tidak melakukan pelanggaran hukum. Keberadaan Neneng kini misterius. Jasin mengatakan, KPK belum mengetahui posisi Neneng saat ini. "Yang jelas, belum berada di dalam negeri," tuturnya.
KPK menetapkan Neneng sebagai tersangka baru kasus pengadaan PLTS pada awal Agustus, sekitar tanggal 9-10. Belum diketahui persis peran Neneng dalam kasus ini. Namun, Busyro pernah mengatakan bahwa Neneng menerima uang terkait proyek itu.
Juru Bicara KPK Johan Budi mengungkapkan, Neneng diduga melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sehingga disangka melanggar Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
Sebelumnya, KPK menetapkan mantan Kepala Sub Bagian Tata Usaha dan Direktorat Sarana serta Prasarana Kemnakertrans, Timas Ginting, sebagai tersangka dalam kasus yang sama. Timas diduga menyalahgunakan wewenangnya dengan menyetujui pembayaran pekerjaan supervisi PLTS kepada perusahaan rekanan.
Diketahui bahwa PT Alfindo dan PT Mahkota Negara merupakan rekanan dalam proyek ini. Adapun PT Mahkota Negara adalah perusahaan milik M Nazaruddin di bawah induk perusahaan Permai Grup.
Sementara PT Alfindo diduga dipinjam benderanya oleh Nazaruddin. Kasus dugaan korupsi pada proyek senilai Rp 8,9 miliar itu ditengarai merugikan negara hingga Rp 3,8 miliar.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.