Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Momen Pembenahan Parpol

Kompas.com - 12/08/2011, 01:59 WIB

Jakarta, Kompas - Kasus Muhammad Nazaruddin seharusnya dijadikan pintu masuk untuk melakukan pembenahan serius terhadap partai politik. Kasus itu memberi gambaran jelas tentang cara partai politik mengumpulkan pundi-pundinya untuk membiayai kegiatan.

”Kasus ini bisa jadi pintu masuk untuk betul-betul melihat isi perut parpol. Kalau hidup dengan cara tidak benar, perlu dibersihkan,” kata Sebastian Salang dari Formappi dalam diskusi ”Krisis Penegakan Hukum: Akar dan Masalahnya” yang diselenggaran Tekad Indonesia, Kamis (11/8), di Jakarta.

Menurut Sebastian, parpol merupakan salah satu instrumen penting demokrasi. Namun, parpol harus dibenahi agar tidak hidup dari korupsi. Pemimpin parpol seharusnya tidak melakukan pembiaran terhadap hal-hal seperti itu.

Saat ini, lanjutnya, bangsa ini telah mengalami frustrasi politik. Institusi negara dan pemerintah dibajak oleh segelintir orang yang memangku kekuasaan. Pembajakan negara oleh segelintir orang itu setidaknya dapat dilihat dari empat kasus, yaitu kasus Bank Century, Gayus Tambunan, Nunun Nurbaeti, dan Muhammad Nazaruddin.

Hal itu, ujar Sebastian, telah memicu frustrasi sosial yang sangat serius dan pendapat tentang matinya penegakan hukum di negeri ini. Hukum hanya berlaku untuk orang kecil, tetapi tidak menyentuh kekuasaan dan pemilik modal.

Sementara itu, wartawan senior Kompas Budiarto Shambazy menilai, selama ini hukum belum pernah menjadi panglima di negeri ini. Ia mencontohkan, di era Orde Lama, politik menjadi panglima. Selama Orde Baru, panglimanya adalah pembangunan. ”Setelah reformasi, panglimanya adalah korupsi,” katanya.

Terkait persoalan hukum di negeri ini, anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat, Nudirman Munir, menawarkan sejumlah solusi, antara lain perubahan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana dan Kitab Undang-undang Hukum Pidana, hukuman mati bagi koruptor, dan pemiskinan koruptor. (ANA)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com