Jakarta, Kompas
UU No 27/2009 itu tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD. ”Hak itu diberikan UU. Namanya hak subpoena. Bisa dipakai panitia kerja (panja) dan panitia khusus (pansus),” papar Akil, saat ditemui di ruang kerjanya, Kamis (14/7).
Menurut Akil, polisi mungkin memang memiliki pertimbangan untuk tidak menghadirkan Masyhuri ke DPR dalam rapat Panja Mafia Pemilu. Namun, kehadiran Masyhuri sebenarnya tidak akan terlalu banyak memengaruhi kepentingan polisi dalam menyidik kasus dugaan pemalsuan surat. Poin keterangan yang akan dicari polisi, yang terkait tindak pidana, berbeda dengan yang dikejar Panja Mafia Pemilu, yang bersifat politis.
Sebelumnya, Panja Mafia Pemilu memutuskan mendatangi saksi kunci kasus dugaan pemalsuan surat MK, Masyhuri, yang ditetapkan sebagai tersangka dan kini ditahan Polri. Panja juga menerima 26 laporan terkait dugaan mafia pemilu.
Terkait dengan keberadaan 26 laporan itu, Akil mengaku MK tidak tahu-menahu. Laporan itu tidak masuk ke MK. MK tidak pernah menerima komplain dari pemohon atau pihak terkait yang mengklaim haknya di lembaga legislatif diduduki orang lain. Komplain yang diterima MK hanya terkait dengan Daerah Pemilihan Sulawesi Selatan I dari Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra).
Akil, minggu lalu, kepada wartawan di Jakarta, juga menyatakan, tidak ada lagi surat palsu terkait Pemilu DPR 2009 yang didapat MK. Sebanyak 16 surat yang dibawa calon anggota legislatif yang gagal mendapatkan kursi di DPR/DPRD, termasuk yang mendatangi MK, disebutnya sebagai surat kaleng.
Secara terpisah, Penyidik Badan Reserse Kriminal Polri, Jumat ini, akan memeriksa mantan anggota Komisi Pemilihan Umum, Andi Nurpati, dan mantan hakim MK Arsyad Sanusi. Mereka dimintai keterangan sebagai saksi kasus pemalsuan surat MK.