Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Orang Tak Patuh Semakin Dikejar

Kompas.com - 13/07/2011, 04:10 WIB

Jakarta, Kompas - Pemerintah menghimpun lebih banyak lagi wajib pajak yang tidak patuh. Pengejaran ini akan menambah cakupan warga yang membayar pajak atau tax coverage dari 7,73 persen menjadi 20 persen dalam lima tahun ke depan.

Hal itu dikemukakan Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Fuad Rahmany di Jakarta, Selasa (12/7), seusai menghadiri Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi XI DPR.

Fuad menjelaskan, tax coverage adalah alat ukur tingkat kepatuhan pajak yang ditandai dengan pengembalian surat pemberitahuan (SPT) pajak. Tingkat kepatuhan yang tinggi adalah sampai 40 persen terhadap jumlah penduduk. Namun, untuk Indonesia, mencapai 20 persen saja sudah sangat tinggi.

”Itu disebabkan tingkat kepatuhan yang ada saat ini masih rendah, yakni 7,73 persen. Itu kan di bawah 10 persen, rendah sekali,” ujarnya.

Menurut Fuad, jumlah SPT yang dilaporkan hingga akhir tahun 2010 mencapai 8,5 juta (untuk wajib pajak pribadi) dan 0,466 juta (untuk wajib pajak badan usaha). Jumlah penduduk Indonesia yang menjadi dasar perhitungan adalah 240 juta jiwa dan 22,6 juta unit perusahaan.

”Dari jumlah penduduk itu, ada 110 juta jiwa yang bekerja aktif dan 12,9 perusahaan yang masih berjalan,” paparnya.

Dengan data itu diketahui rasio antara jumlah SPT yang diserahkan terhadap jumlah penduduk saat ini mencapai 3,5 persen untuk wajib pajak orang pribadi. Untuk wajib pajak badan 2,1 persen. ”Itu jauh lebih rendah dibanding Jepang yang mampu 30 persen tax coverage-nya,” tuturnya.

Data Ditjen Pajak menunjukkan, piutang pajak hingga saat ini mencapai Rp 54 triliun. Ini sulit dihimpun kembali ke kas negara karena kelemahan data.

Semua disensus

Fuad menegaskan, peningkatan tax coverage tersebut hanya dapat dilakukan dengan memperbaiki induk data. Hal itu akan diperkuat dengan sensus pajak mulai awal September 2011.

”Lewat sensus ini, semua orang akan disensus, baik yang sudah memiliki NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) maupun yang tidak punya NPWP. Kami akan memulai di pusat-pusat perekonomian. Bisa saja Jawa lebih dahulu,” ujarnya.

Pengamat pajak, Ruston Tambunan, mengatakan, salah satu cara efektif untuk melengkapi data induk adalah menggunakan Pasal 35 A Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Pasal ini mewajibkan setiap instansi pemerintah, lembaga, asosiasi, dan pihak lainnya untuk memberikan informasi yang berkaitan dengan perpajakan.

”Jika induk data orang pribadi dan badan sudah lengkap dan mutakhir, mudah bagi aparat pajak menegakkan aturan pajak, seperti pengenaan sanksi bagi yang tidak patuh. Ini akan memberikan efek jera bagi masyarakat lainnya untuk dengan kesadaran sendiri mematuhi kewajiban perpajakannya,” kata Ruston. (OIN)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com