Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Andi Datangi KPU

Kompas.com - 05/07/2011, 03:08 WIB

Jakarta, Kompas - Setelah dicecar Panitia Kerja Mafia Pemilu DPR pekan lalu, pada Senin (4/7) Andi Nurpati mengambil beberapa dokumen berkaitan dengan surat palsu Mahkamah Konstitusi di Kantor Komisi Pemilihan Umum, Jakarta.

Mantan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) ini juga sempat berbincang dengan Ketua KPU Hafiz Anshary dan anggota KPU lain.

Andi—kini Ketua Divisi Komunikasi Publik Partai Demokrat, menurut Hafiz, di Kantor KPU sejak pagi dan bertemu anggota KPU, Endang Sulastri. Andi juga mengambil beberapa dokumen sebelum berkunjung ke ruangan Ketua KPU, tempat berlangsungnya rapat pimpinan KPU, sekitar pukul 13.30. Karena kunjungan ini, rapat pimpinan ditunda sampai Selasa (5/7) ini.

”Mungkin sudah mengajukan surat resmi kemudian mampir (ke ruangan ketua) untuk menginformasikan bahwa dia sudah dipanggil Panja dan ada perbedaan keterangan antara dia dan staf KPU, juga bahwa dia dipanggil polisi pekan depan. Akhirnya, kami mengobrol ngalor-ngidul,” tutur Hafiz seusai pertemuan.

Seusai pertemuan, Andi menyebutkan, dokumen yang diperlukan antara lain keputusan KPU yang berdasarkan surat palsu (surat MK bernomor 112 bertanggal 14 Agustus 2009) dan keputusan KPU yang merevisi keputusan sebelumnya. ”Selain itu, surat MK (Mahkamah Konstitusi) bertanggal 14 Agustus, seperti apa alurnya. Ternyata dari staf, ke ketua, ke sekjen, ke biro hukum dan teknis, kemudian dibacakan di rapat pleno. Selama ini tidak tau sebab tidak pernah lewat kami,” tutur Andi, yang lalu meninggalkan Kantor KPU dengan Kijang Innova hitam bernomor polisi B 1147 WG yang menunggu di depan gerbang.

Hafiz mengatakan tak khawatir dikabarkan kongkalikong dengan kedatangan Andi Nurpati.

”Saya sudah memberi garis kepada semua anggota staf yang memberikan keterangan supaya memberikan keterangan sesuai yang dialami dan diketahui, jujur, tanpa berpretensi menjatuhkan orang lain,” ujarnya.

Kasus surat palsu ini bermula dari gugatan Dewi Yasin Limpo, calon anggota legislatif Partai Hati Nurani Rakyat di Daerah Pemilihan Sulawesi Selatan 1.

Cakupan kerja Panja

Sementara itu, kemarin cakupan kerja Panitia Kerja (Panja) Mafia Pemilu pada Komisi II DPR masih diperdebatkan. Ada sebagian yang menilai masalah yang ditangani sebatas dugaan pemalsuan surat MK. Sebagian lain mengharapkan cakupan diperluas pada masalah-masalah lain pada seluruh tahapan Pemilihan Umum (Pemilu) 2009.

Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso kemarin di Jakarta mengakui adanya perdebatan tersebut. Ada yang ingin membatasi sekadar kasus surat palsu, tetapi ada pula yang mendorong dibentuknya Panja ini sebagai kesempatan untuk membuka semua hal yang selama ini menjadi pertanyaan menyangkut pelaksanaan pemilu lalu. Pertanyaan besar, apakah persoalan yang muncul didesain secara sistematis atau dilakukan oleh oknum.

Menyangkut cakupan kerja Panja, yang penting semua dilakukan secara terukur untuk mengungkap misteri dan aib demokrasi. ”Silakan semuanya dibicarakan di Panja,” kata Priyo.

Wakil Ketua Komisi II DPR Ganjar Pranowo dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) menyebutkan, Panja menanggung beban berat untuk mengungkap kecurangan dan para pelakunya. Bukan sekadar soal dugaan surat palsu MK, sudah semestinya cakupan kerja Panja menyangkut seluruh tahapan pemilu. ”Ini, kan, konsekuensi dari nama (Panja Mafia Pemilu). Pemilu itu menyangkut seluruh tahapan,” kata Ganjar.

Karena itu, Ganjar menyatakan, sudah semestinya Panja juga mendengar kesaksian dari pihak-pihak yang dirugikan pada Pemilu 2009.

Wakil Ketua Komisi II DPR Taufiq Effendi dari Partai Demokrat menekankan, soal cakupan kerja akan dirumuskan dalam rapat internal. Hanya saja, Taufiq juga menekankan bahwa Panja dibentuk agar kasus serupa tidak terulang dalam pemilu berikutnya dan menyelidiki apakah kasus yang terjadi didasari kepentingan sesaat atau ada motif lain. Panja dibentuk DPR juga dalam konteks ke depan, yakni perbaikan institusi penyelenggara pemilu lewat revisi UU Penyelenggara Pemilu yang kini dibahas Komisi II. ”Jangan sampai DPR menjadi dewan pengadilan,” kata Taufiq.

Pada Kamis (7/7), Panja Mafia Pemilu berencana memanggil Dewi Yasin Limpo, calon anggota DPR dari Partai Hanura.

Panja juga akan menghadirkan anggota KPU. Sementara, terkait dengan pemanggilan Masyhuri Hasan, bekas juru panggil MK yang telah ditangkap polisi, ”Kami masih berkoordinasi dengan polisi soal bisa atau tidaknya dia dihadirkan,” kata Ganjar.

Konspiratif

Ketua DPP PDI-P Andreas Pariera kemarin juga menyatakan, Panja perlu mencermati dua indikasi kasus besar di luar kasus Dewi Yasin Limpo. Pertama, pernyataan Ketua MK Mahfud MD tentang 16 surat MK yang diduga dipalsukan dan pernyataan hakim konstitusi Akil Mochtar (Kompas, 1/7) tentang sistem penghitungan putaran ketiga yang sudah diputuskan MK, tetapi ditengarai ditafsirkan berbeda oleh KPU.

”Dua sinyalemen MK ini harus dibongkar tuntas. Dalam proses pembongkaran ini, kemungkinan masih ada hal besar lain yang akan muncul di Panja melalui pengakuan aktor-aktor MK, KPU, atau aktor di sekitar kedua institusi ini. Kalau mafia pemilu, pasti berkaitan dengan suatu kerja konspiratif yang sistematis untuk tujuan dan kepentingan tertentu di luar kepantasan normatif,” kata Andreas.(ina/why/dik)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com