Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mahfud MD: Polisi Segera Tetapkan Tersangka

Kompas.com - 26/06/2011, 02:14 WIB

MAKASSAR, KOMPAS - Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD yakin polisi segera menetapkan tersangka kasus dugaan pemalsuan surat MK yang diduga melibatkan mantan anggota Komisi Pemilihan Umum yang kini petinggi Partai Demokrat, Andi Nurpati.

”Perkembangan kasus ini sangat baik karena polisi telah mengantongi nama-nama tersangka,” ucap Mahfud seusai berbicara dalam Dialog Kebangsaan Melawan Ancaman Kebangkrutan Moral Bangsa di Universitas Hasanuddin, Makassar, Sabtu (25/6).

Menurut dia, jumlah tersangka yang dibidik polisi ternyata lebih dari empat orang seperti hasil investigasi tim dari Mahkamah Konstitusi (MK). ”Ada tersangka lain di luar hasil investigasi administrasi yang telah dilakukan MK. Dari situ akan kelihatan siapa pelaku intelektual, aktor yang memanfaatkan dan membawa (surat palsu MK),” ujar Mahfud.

Ia juga menyinggung tentang kronologi kejadian yang membuat kasus dugaan surat palsu MK heboh belakangan ini. Hal ini bermula ketika Dewi Yasin Limpo melaporkan MK kepada polisi karena membatalkan keterpilihannya sebagai anggota DPR tahun 2009.

”Dewi menganggap MK menyalahgunakan wewenang. Padahal, MK telah membuat keputusan yang benar dengan menetapkan Mestariyani Habie (Partai Gerindra),” kata Mahfud. Mahfud mengingatkan Dewi, melalui mantan hakim konstitusi Arsyad Sanusi, agar mencabut laporannya ke polisi.

Mahfud beralasan, justru MK yang semestinya berhak melaporkan kasus ini ke polisi. Apalagi, berdasarkan hasil investigasi MK, Dewi disebut sebagai salah satu aktor pemalsuan surat itu. ”Saya tidak tahu laporannya sudah dicabut atau tidak. Semoga polisi segera menuntaskan kasus ini sehingga semuanya jelas,” ujar Mahfud.

Hasan diperiksa

Ketua Mahkamah Agung (MA) Harifin A Tumpa menjelaskan, pihaknya sudah memeriksa Masyhuri Hasan, mantan juru panggil MK yang kini menjadi calon hakim di Pengadilan Negeri (PN) Bandung. Pemeriksaan ini dilakukan menyusul dugaan keterlibatan Hasan dalam kasus pemalsuan surat di MK pada tahun 2009. ”Sekarang, karena Hasan jadi pegawai, ini kami akan periksa apakah dia memang menyembunyikan sesuatu pada waktu melamar,” ujar Harifin, Jumat.

Ia menambahkan, ”Saya sudah meminta Pak Wakil (Wakil Ketua MA Bidang Non-yudisial Ahmad Kamil) ke Bandung.”

Ia menambahkan, semula Hasan memang menjadi calon hakim di PN Jayapura seperti disebutkan Sekretaris Jenderal (Sekjen) MK Janedjri M Gaffar di hadapan Panitia Kerja (Panja) Mafia Pemilu di Komisi II DPR. Namun untuk kepentingan pendidikan selama dua tahun, Hasan dipindahkan ke PN Bandung. ”Selama dua tahun itu, ia harus dekat dengan Pusdiklat (Pusat Pendidikan dan Pelatihan MA di Megamendung, Bogor, Jawa Barat),” kata Harifin.

Dalam kasus pemalsuan surat MK terkait putusan perkara bernomor 084/PHPU.C-VII/2009 yang dimohonkan Partai Hanura, Hasan diduga kuat terlibat. Menurut hasil Tim Investigasi MK yang diketuai oleh Wakil Ketua MK saat itu, Abdul Mukhtie Fadjar, Hasan diketahui mengopi berkas surat jawaban Panitera MK yang dibuat pada 14 Agustus 2009. Berkas surat yang isinya tak sesuai dengan amar putusan MK itu lalu dicetak dan diberi tanggal serta nomor surat dengan tulisan tangan. Ia pun mengambil hasil memindai (scan) tanda tangan Panitera MK Zaenal Arifin Hoesein yang terdapat di dalam komputer MK kemudian membubuhkannya ke surat itu.

Hasan, seperti diungkapkan dalam laporan Tim Investigasi, kemudian menuju kediaman Arsyad Sanusi (saat itu masih menjadi hakim MK). Kepada tim, ia mengaku mendapat telepon dari anak Arsyad, Neshawaty, yang meminta dia datang ke Apartemen Pejabat Negara di Kemayoran. Ia kemudian menyerahkan kopi berkas surat jawaban Panitera MK itu kepada Arsyad. Menurut keterangan Hasan kepada Tim Investigasi, Dewie Yasin Limpo berada di Kemayoran.

Atas perbuatannya itu, MK memberikan sanksi administratif kepada Hasan berupa pemberhentian. Namun, ia kemudian berhasil lolos dalam seleksi calon hakim di MA dan pernah ditugaskan di PN Jayapura.

Keterangan di dalam hasil tim investigasi yang sudah diungkapkan oleh MK ke Panja Mafia Pemilu Komisi II DPR itu dibantah oleh Arsyad Sanusi. Arsyad mengakui bahwa Hasan memang datang ke kediamannya pada 16 Agustus 2009. Namun, ia membantah bahwa Hasan memberikan surat palsu itu kepada dirinya.

Ihwal adanya konsep surat yang tidak sesuai dengan amar putusan MK itu bermula dari pembuatan surat dan nota dinas oleh Panitera MK Zaenal Arifin Hoesein, 14 Agustus 2009, atau pada hari yang sama dengan kedatangan surat tersebut dari MK. Zaenal Arifin bermaksud mengirimkan nota dinas bernomor 166/3000/IV/2009 yang isinya persis dengan surat palsu. Akan tetapi, nota dinas itu tidak pernah dikirimkan kepada Ketua MK Mahfud MD.

Zaenal Arifin kemudian membuat surat yang asli (sesuai dengan amar putusan) pada 17 Agustus 2009. Surat itu kemudian dikonsultasikan kepada Mahfud. Setelah mendapat persetujuan, surat dikirimkan langsung ke Andi Nurpati di stasiun televisi JakTV. Namun, Andi tidak mau menandatangani surat tanda terima. Surat tanda terima ditandatangani oleh Aryo, sopir Andi Nurpati.

Terkait dengan surat palsu MK ini, Ketua MK Mahfud MD mengungkapkan, pihaknya sudah didatangi penyidik polisi hingga tiga kali untuk meminta data yang terkait dengan kasus tersebut. (an/RIZ)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com