Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jimly: TKI Tak Ada Jaminan Perlindungan

Kompas.com - 24/06/2011, 15:07 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Jimly Asshidiqqie mengatakan, tidak mungkin pembantu rumah tangga (PRT) Indonesia yang bekerja di Arab Saudi mendapat jaminan perlindungan dari pemerintah Indonesia.

Pasalnya, menurut dia, hukum yang diterapkan oleh pemerintah Arab, tidak mampu untuk menembus lingkungan keluarga dimana PRT itu tinggal.

"Sehingga jika ada kasus-kasus kekerasan kita tidak dapat melindunginya. Memang seperti itu hukumnya di sana (Arab Saudi). Di sana sistem keluarganya tertutup, dalam arti keluarga itu adalah bagian private yang tidak dapat dimasuki oleh hukum pemerintahannya. Jadi, kita kalau bersedia mengirimkan tenaga kerja kita sebagai PRT ke negara seperti itu, ya harus siap untuk tidak mampu melindungi mereka," ujar Jimly kepada wartawan, di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Jumat (24/6/2011).

Lebih lanjut, Jimly menilai, sistem hukum di Arab Saudi sebenarnya sudah tidak layak lagi untuk diterapkan di saat ini. Menurutnya, berbagai hukuman yang berlaku di negara tersebut, seperti hukuman pancung, rajam dengan batu, sudah tidak pantas lagi diterapkan karena rasa kemanusian pada masyarakat sekarang sudah berkembang.

"Mereka memang menggunakan hukum Islam, tetapi kita tidak boleh menganggap itu identik dengan hukum Islam, melainkan, hukum Islam menurut persepsi mereka. Padahal seharusnya, ayat-ayat yang dijadikan sandaran hukum mereka ituharus dibaca dan dipahami dengan menggunakan sunnatullah, yaitu perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Itulah yang membuat jaman dulu hukum pancung itu tidak apa-apa," ungkapnya.

Adapun, mengenai anggapan beberapa pihak bahwa melakukan pengiriman PRT ke Arab sama saja dengan menyetujui perbudakan, Jimly menilai hal tersebut wajar.

Pasalnya, dalam kultur masyarakat di negara tersebut memang melihat seperti itu. Oleh karena itu, katanya, jika nanti pengiriman warga negara Indonesia, khususnya para PRT ke Arab Saudi tetap dilaksanakan, pemerintah harus siap bertanggung jawab dengan segala resiko ke depannya.

"Nah, kalau negara ini dituntut untuk melindungi buruhnya di Saudi, maka negara ini harus pasti dulu, sanggup atau tidak. Kalau tidak sanggup nyatakan itu sebagai pelanggaran dan dilarang. Jadi siapa yang mengirim PRT ke Timur Tengah, khususnya ke Saudi itu harus ditangkap, karena sama saja dengan menyetujui perbudakan, atau bisa juga perdagangan manusia. Saya yakin itu bisa kok dilakukan," tukasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com