Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ironi TKI dan Sapi

Kompas.com - 23/06/2011, 03:02 WIB

Oleh Hikmahanto Juwana

Dalam dua pekan ini, Indonesia didera oleh dua kejadian di luar negeri yang berdampak pada negeri ini.

Pertama adalah kebijakan Pemerintah Australia menghentikan selama enam bulan ekspor sapi ke Indonesia. Kedua, terkait dengan eksekusi hukuman mati berupa pemancungan atas tenaga kerja kita, Ruyati, di Arab Saudi.

Pemerintah pun mendapat berbagai kritik atas kebijakan dan pelaksanaan hubungan luar negeri. Pemerintah Indonesia seharusnya tegas bersikap ketika kepentingan nasional atau nasib warga negara menjadi taruhan. Ketidaktegasan pemerintah akan berakibat pada merebaknya kemarahan publik di dalam negeri.

Bila dianalisis, paling tidak ada tiga sumber ketidaktegasan pemerintah. Pertama adalah pencanangan kebijakan luar negeri ”seribu kawan dan tiada lawan”. Kebijakan ini seolah-olah membuat Indonesia tidak mau memciptakan musuh, sebaliknya menganggap semua negara adalah teman.

Padahal, dalam hubungan antarnegara, tak ada musuh dalam pengertian musuh sebagaimana di masa kanak-kanak. Teman dalam konteks hubungan internasional hanya ada bila kepentingan sejalan. Namun, bila kepentingan sudah tak sejalan, teman pun jadi musuh. Teman dan musuh pun tak ada yang abadi.

Oleh karena itu, bagi Indonesia, sepanjang ada kepentingan nasional yang terancam ataupun ada warga negara yang tidak terlindungi, pemerintah harus tegas dan menganggap negara sahabat sebagai musuh. Bila itu yang terjadi, yang terpenting dilakukan adalah menjaga proporsi tindakan dan melokalisasi masalah sehingga tidak mengganggu hubungan kedua negara yang lebih besar.

Kedua, dalam hubungan bilateral sebenarnya tidak hanya menteri luar negeri yang berperan. Dalam kasus Ruyati, berbagai institusi terlibat mulai dari Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, serta perwakilan Indonesia di Arab Saudi. Sementara itu, untuk kasus pemotongan sapi ada Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, dan pemerintah daerah yang menyelenggarakan rumah potong hewan.

Sayangnya, koordinasi antarinstansi terkadang lemah dan berakibat pada ketidaktegasan sikap pemerintah. Semua kesalahan akan ditimpakan kepada Kementerian Luar Negeri.

Terakhir, sumber kelemahan terletak pada bagaimana pemerintah mengelola permasalahan. Pemerintah lebih menyibukkan diri menjawab kritik daripada mengambil langkah konkret pada negara mitra. Padahal, langkah konkret dibutuhkan untuk menjawab keraguan publik atas lemahnya pelaksanaan urusan luar negeri.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com