Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cermin Biaya Nikah Tak Terjangkau

Kompas.com - 22/06/2011, 15:02 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Menikah secara resmi di kantor urusan agama dan catatan sipil masih membebani warga miskin. Untuk mengatasinya, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta bekerja sama dengan Yayasan Pondok Kasih menikahkan massal warga miskin sebanyak 2.626 pasangan yang sebagian besar telah menikah secara siri diselenggarakan di setiap kecamatan di lima wilayah Jakarta, sejak April hingga awal Juli mendatang.

Salah satu pernikahan massal yang telah dilaksanakan di Kecamatan Koja, Jakarta Utara, dengan menghadirkan 33 pasangan warga miskin. Selain itu, 200 pasangan warga miskin juga dinikahkan di Kecamatan Cilincing.

Kepala Bidang Pemberdayaan Dinas Sosial Jakarta Rini Susi Dwiharini, Rabu (22/6/2011), mengatakan, nikah massal itu seluruhnya didanai oleh Yayasan Pondok Kasih. Sementara pemerintah dengan dibantu pekerja sosial masyarakat (PSM) yang ada di setiap kecamatan mendata dan memverifikasi warga yang layak didaftarkan dalam nikah massal. Pernikahan massal ini hanya boleh diikuti warga yang memiliki KTP dan kartu keluarga. Sebaliknya bagi warga yang tak tercatat dalam administrasi kependudukan tak dapat diikutsertakan.

"Kami hanya membantu warga miskin ini memperoleh legalitas atas pernika hannya, sehingga anak-anaknya pun tak akan kesulitan untuk memperoleh hak sipilnya, seperti pendidikan," kata Rini.

Bastian Hutagalung, perwakilan dari Yayasan Pondok Kasih, pun mengatakan, nikah massal itu diadakan untuk membantu warga miskin memperoleh dokumen nikah yang resmi. Meskipun untuk nikah massal itu pihaknya mengeluarkan biaya yang sama dengan tarif yang berlaku di Kantor Urusan Agama sebesar Rp 30.000 untuk pasangan Muslim dan catatan sipil sebesar Rp 75.000 untuk pasangan non-Muslim. "Kalau melihat tarif yang berlaku, sebetulnya warga miskin pun mampu untuk membayarnya," katanya.

Malah menurut Ketua Forum Warga Kota Jakarta Azas Tigor Nainggolan, seharusnya tak perlu ada nikah massal kalau biaya menikah di KUA dan catatan Sipil itu diterapkan dengan semestinya. Dengan beban biaya menikah Rp 30.000 dan Rp 75.000 pun, warga miskin di Jakarta masih mampu menyediakannya. Hanya kenyataanya, ada banyak oknum aparat di kedua institusi pernikahan itu yang melakukan pungutan liar.

Sudah menjadi rahasia umum, lanjutnya, biaya nikah itu bisa mencapai Rp 300.000 hingga Rp 500.000. Kondisi itu menyebabkan peresmian pernikahan sesuai hukum negara yang seharusnya menjadi hak sipil warga, menjadi beban bagi warga. "Pemerintah membuat kondisi ini terbalik. Legalitas pernikahan yang seharusnya menjadi hak warga, dan pemerintah harus melayaninya, dibalik menjadi kewajiban warga. Itu semua karena pemerintah membiarkan pungutan liar yang terjadi di kedua institusi pernikahan itu," jelasnya.

Oleh karena itu, Azas mengatakan, warga harus mulai berani mengungkap ketidakadilan yang dilakukan para aparat pemerintah. Warga juga jangan ragu lagi untuk menolak pungutan liar di setiap institusi pemerintahan karena pemerintah memang diamanatkan untuk melayani masyarakat.

Sementara Kepala KUA Kecamatan Koja Sahabuddin mengatakan, pernikahan yang diselenggarakan di kantor KUA maupun penghulu yang diundang ke rumah pasangan mempelai tetap diberlakukan tarif Rp 30.000. Namun bagi pasangan yang ingin memberikan sedekah bagi penghulu dipersilakan. Sahabuddin pun menolak sedekah itu dianggap sebagai gratifikasi yang dilarang diterima oleh setiap pegawai negeri sipil. "Kan sedekah, mereka yang memberi kepada penghulu. Mana mungkin kami tolak," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com