Jakarta, Kompas
”Jika ini bukan kasus pidana, mahasiswa fakultas hukum tingkat pertama akan tertawa,” kata Mahfud dalam Rapat Konsultasi Pimpinan DPR dan Komisi II DPR dengan MK di Kompleks Gedung MPR/DPR/DPD, Jakarta, Selasa (21/6).
Rapat digelar terkait dengan pembentukan Panitia Kerja Mafia Pemilu Komisi II DPR. Panitia kerja tersebut dibentuk menyusul adanya dugaan pemalsuan surat MK yang isinya ada penambahan suara untuk Partai Hanura di Daerah Pemilihan Sulsel I. Akibat surat tertanggal 14 Agustus 2009 itu, KPU memberikan kursi kepada calon anggota legislatif dari Hanura, Dewi Yasin Limpo.
Namun, surat asli bertanggal 17 Agustus 2009 menyatakan perolehan suara Partai Hanura, bukan penambahan suara. Akibatnya, keputusan KPU diralat dan kursi legislatif diberikan kepada calon dari Partai Gerindra, Mestariyani Habie.
Dalam rapat yang dipimpin Ketua Komisi II Chairuman Harahap itu Mahfud menyatakan, yang dilaporkan MK dalam kasus tersebut adalah mantan anggota KPU, Andi Nurpati. Masalahnya, Andi yang kini menjadi pengurus Partai Demokrat telah menerima dan menggunakan surat MK yang diduga palsu. Dengan demikian, jika Andi dipanggil dan diperiksa, pihak lain yang terlibat akan terkena juga.
Dalam kasus tersebut MK sudah melakukan investigasi internal. Hasilnya, antara lain, mantan hakim MK Arsyad Sanusi telah ditegur. Juru panggil MK Masyhuri Hasan diberhentikan dengan hormat.
”Kami memberhentikan Hasan dengan hormat agar ia dapat melanjutkan hidup. Saat surat pemberhentian diserahkan, ia minta maaf dan mohon doa restu karena lolos menjadi calon hakim di Mahkamah Agung. Saat ini ia sudah menjadi hakim di Jayapura,” kata Sekretaris Jenderal MK Janedjri M Gaffar yang juga menjadi sekretaris tim investigasi.
MK hanya menegur Arsyad Sanusi karena yang bersangkutan merupakan pejabat negara. Ketua MK tidak dapat menjatuhkan sanksi administrasi kepadanya.
Mahfud juga menegaskan memiliki 16 surat ”palsu” terkait dengan putusan MK yang berbentuk fotokopi dan tidak bertuan. Namun, saat ini belum ada partai politik atau orang yang mengadu kepada MK. Dengan demikian, dia menyatakan, hingga saat ini tidak ada kursi tidak sah di DPR yang terkait putusan MK.
Setelah mendengarkan penjelasan Mahfud, Yasonna H Laoly, anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, menuturkan, sudah sangat jelas ada tindak pidana dalam kasus pemalsuan surat MK terkait sengketa pemilu di Daerah Pemilihan Sulsel I. Untuk itu, polisi seharusnya segera bertindak. ”Mungkin ada tekanan kekuasaan sehingga polisi lamban bergerak,” ujar Yasonna.