Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Tak Dapat Hindari Hukuman

Kompas.com - 20/06/2011, 05:02 WIB

Jakarta, Kompas - Pemerintah tidak dapat menghindarkan seorang tenaga kerja Indonesia, Ruyati binti Satubino (54), dari hukuman mati oleh pengadilan Arab Saudi, Sabtu (18/6) pagi, di Mekkah. Jatuhnya hukuman mati yang mengejutkan itu hanya berselang empat hari setelah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berpidato di Konferensi Ke-100 Perburuhan Internasional Organisasi Buruh Internasional (ILO) di Geneva, Swiss.

Dalam pidatonya, Presiden Yudhoyono menekankan pentingnya perlindungan terhadap buruh migran. Analis kebijakan Migrant Care, Wahyu Susilo, dan Direktur Eksekutif Migrant Care Anis Hidayah di Jakarta, Minggu (19/6), menyatakan, eksekusi mati Ruyati itu menunjukkan pidato Presiden belum sesuai realitas. Anggota Komisi IX DPR dari Fraksi PDI-P, Rieke Diah Pitaloka, menilai, peristiwa ini semakin membuka kelemahan koordinasi internal pemerintah dan diplomasi internasional.

Namun, Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Mohammad Jumhur Hidayat meminta publik tidak mengaitkan peristiwa itu dengan pidato Presiden dalam Konferensi Ke-100 Perburuhan Internasional. ”Itu urusan pidana, bukan perselisihan buruh,” ujar Jumhur. Juru Bicara Kepresidenan Julian Aldrin Pasha menuturkan, Presiden Yudhoyono menyesalkan eksekusi itu. ”Pemerintah Indonesia tentu tidak bisa mencampuri proses hukum yang berlangsung di negara lain,” kata Julian.

Presiden, menurut Julian, sudah menerima laporan lengkap kasus itu dari Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa. Marty menyatakan, Pemerintah Indonesia memprotes keras hukuman mati terhadap Ruyati yang dilakukan tanpa terlebih dulu memberitahukan secara resmi kepada Perwakilan RI di Arab Saudi. ”Kami sangat terkejut begitu mendengar eksekusi telah dilakukan,” ujar Marty. Menurut dia, pemerintah telah mendampingi Ruyati bahkan sejak awal kasus itu muncul dan disidangkan pada Januari tahun lalu.

Ruyati, warga Sukatani, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, didakwa membunuh istri pengguna jasanya, Omar Mohammad Omar Hilwani, yang bernama Khoiriyah, 12 Januari 2010. Mahkamah Tamyiz (semacam pengadilan banding) mengesahkan hukuman mati (qishash) pada 14 Rajab 1431 Hijriah yang diperkuat oleh Mahkamah Agung. Qishash merupakan salah satu bentuk hukuman dalam Islam yang berarti sanksi yang setimpal dengan perbuatan bagi pelaku kejahatan.

Een Nuraini (35), anak kandung Ruyati, menjelaskan, tanggal 31 Desember 2010 ibunya menghubungi lewat telepon mengeluh, setelah bekerja setahun empat bulan, ia baru mendapatkan sembilan bulan gaji. Tujuh bulan gaji lainnya belum dibayar. Setiap bulan Ruyati menerima gaji 800 real (Rp 1.829.235). Ibunya juga pernah bercerita, kakinya patah karena didorong dan jatuh dari lantai dua oleh majikan perempuan.

(DWA/HAM/INK/WIN/WHY/ATO)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com