Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pilar "Palsu" di Senayan

Kompas.com - 10/06/2011, 02:37 WIB

Ada sesuatu yang berbeda saat melintas di depan Gedung Nusantara IV Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, lebih dari satu pekan terakhir. Di lobi gedung itu terlihat empat pilar berwarna putih berdiri tegak dengan latar poster besar berwarna dasar merah-putih. Sekilas pilar itu terlihat menyerupai pilar-pilar bangunan pada umumnya. Tampak kuat dan kokoh untuk menyangga bangunan.

Namun, setelah dilihat dengan saksama, bagian atas pilar itu ternyata tak menyentuh plafon gedung. Bukan hanya itu, pilar juga tak terbuat dari beton, tetapi dari gabus dan kayu tripleks.

Rupanya pilar itu hanya dekorasi atau hiasan yang dipasang dalam peringatan ”Pidato Bung Karno 1 Juni 1945” yang digelar MPR, Rabu pekan lalu. Hingga Kamis (9/6), pilar hiasan itu masih terpasang dengan rapi. Empat pilar ”palsu” itu masih kokoh berdiri lengkap dengan poster dengan warna dasar merah-putih. Poster berukuran besar itu bertuliskan Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika.

Setelah membaca tulisan pada poster, barulah bisa dipahami bahwa empat pilar buatan itu merupakan simbol empat pilar bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Empat pilar terdiri dari Pancasila, UUD 1945, NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia), dan Bhinneka Tunggal Ika adalah fondasi dasar.

Empat pilar itu yang terus disosialisasikan MPR. Banyak cara dilakukan MPR untuk memasyarakatkan empat pilar berbangsa dan bernegara. Pertemuan, seminar, hingga cerdas cermat antarsekolah dilakukan untuk menanamkan fondasi berbangsa serta bernegara itu.

Dalam sambutan peringatan ”Pidato Bung Karno 1 Juni 1945”, pekan lalu, Ketua MPR Taufiq Kiemas menjelaskan makna empat pilar berbangsa dan bertanah air. Pilar pertama, Pancasila, merupakan landasan ideologi, falsafah, etika moral, dan pemersatu bangsa. Pilar kedua, UUD 1945, merupakan hukum dasar yang wajib menjadi sumber hukum dan rujukan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, serta bernegara. Pilar ketiga, NKRI, adalah konsensus yang harus dijunjung tinggi sebab perjuangan negara akan terwujud melalui perjuangan bangsa Indonesia yang bersatu dalam NKRI, bukan negara yang terpecah-pecah penuh konflik dan pertentangan.

Bhinneka Tunggal Ika, yang bermakna berbeda-beda tetapi tetap satu jua, adalah pilar keempat. Semboyan itu sebagai solusi atas kemajemukan bangsa yang terdiri dari berbagai agama, suku, ras, dan budaya.

Apabila dilihat dari maknanya, sebenarnya empat pilar itu bisa dijadikan obat bagi ”penyakit” bangsa yang muncul beberapa tahun belakangan. Ini terutama permasalahan yang menyangkut radikalisasi paham tertentu dan konflik horizontal yang kerap muncul karena perbedaan keyakinan.

Rakyat tentu memahami dan memakai empat pilar sebagai pedoman hidup bermasyarakat, berbangsa, serta bernegara jika ada keteladanan dari pemimpin bangsa. Pemimpinlah yang harus memberikan contoh bagaimana berpikir, bersikap, dan bertingkah laku sesuai dengan nilai-nilai Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika. Tentu sikap itu jangan hanya pura-pura alias palsu. 
(Anita Yossihara)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com