Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Demokrat Tak Bisa Menjamin

Kompas.com - 10/06/2011, 02:22 WIB

Jakarta, Kompas - Fraksi Partai Demokrat Dewan Perwakilan Rakyat tidak bisa menjamin bahwa mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin akan hadir memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi, Jumat (10/6). Nazaruddin diduga masih di Singapura.

Hal itu dikatakan Ketua Fraksi Partai Demokrat (F-PD) DPR Jafar Hafsah, Kamis, seusai rapat fraksi di Gedung DPR, Jakarta. ”Datang atau tidak, ya, lihat saja besok,” katanya.

Nazaruddin sesuai panggilan KPK, Jumat ini, diperiksa sebagai saksi dugaan korupsi dalam proyek pengadaan sarana pendidikan tahun 2007. Sebelumnya ia juga dikaitkan dengan dugaan suap dalam proyek pembangunan wisma atlet SEA Games di Palembang, Sumatera Selatan.

Nazaruddin sampai kini masih berstatus sebagai anggota F-PD DPR. Ia pergi ke Singapura dengan alasan untuk berobat setelah mendapatkan izin dari fraksinya.

Jafar menjelaskan, F-PD DPR sudah menyampaikan pemanggilan dari KPK kepada Nazaruddin. Namun, hingga Kamis malam, F-PD DPR belum mendapat jawaban dari Nazaruddin.

Namun, lanjut Jafar, jika melihat pernyataan Nazaruddin sebelumnya, ia berjanji akan datang jika mendapat panggilan dari KPK. Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum juga menyebutkan, Nazaruddin akan kembali ke Tanah Air, sesuai dengan laporan tim yang menemuinya di Singapura (Kompas, 7/6)

Secara terpisah, anggota Dewan Pembina Partai Demokrat, Ahmad Mubarok, menyatakan, partainya sangat menyayangkan dan bahkan kesal jika Jumat ini Nazaruddin dan istrinya, Neneng Sri Wahyuni, tidak memenuhi panggilan KPK. Namun, Demokrat tidak dalam kapasitas menjamin kedatangan Nazaruddin, hanya memberikan dukungan moral untuk menghadirkannya di KPK. Hal itu sudah dilakukan.

Menurut Mubarok, kini saatnya Demokrat membersihkan diri secara total, antara lain dengan memberhentikan Nazaruddin dari jabatannya sebagai bendahara umum. ”Menyimpan koruptor sama dengan menyimpan kanker dalam tubuh. Namun, untuk mengeluarkannya butuh operasi yang menggunakan proses dan waktu,” ungkapnya.

Demokrat harus aktif

Dosen Ilmu Politik dari Universitas Airlangga, Surabaya, Airlangga Pribadi, menegaskan, Partai Demokrat harus aktif berusaha agar Nazaruddin dan istrinya dapat memenuhi panggilan KPK, Jumat ini. Ketidakhadiran Nazaruddin akan menimbulkan sejumlah persoalan baru yang akhirnya semakin menyulitkan dia dan Demokrat.

”Jika Nazaruddin tak memenuhi panggilan KPK, Demokrat tidak hanya semakin dituding telah melindungi orang yang diduga korupsi. Ada sejumlah dugaan lain yang semakin diyakini kebenarannya,” kata Airlangga. Neneng, Jumat ini, juga akan diperiksa KPK sebagai saksi dugaan korupsi proyek listrik tenaga surya di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi.

Menurut Airlangga, tanggung jawab Demokrat terkait Nazaruddin tetap dapat dituntut oleh masyarakat. Sebab, Nazaruddin diduga sengaja diminta ke Singapura dan usaha Demokrat untuk memulangkannya hanya basa-basi politik. Kasus Nazaruddin diduga juga melibatkan petinggi Demokrat lain. ”Nazaruddin juga akan dinilai telah ingkar karena sebelumnya berjanji akan datang jika dipanggil KPK,” tuturnya.

Masyarakat, kata Airlangga, juga akan semakin meyakini adanya gesekan antara Presiden Susilo Bambang Yudhoyono selaku Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat dan Anas. Dugaan ini muncul karena Yudhoyono telah meminta pimpinan Demokrat secara proaktif berusaha memulangkan Nazaruddin. Namun, Anas menuturkan, tim dari Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrat yang dikirimkan ke Singapura hanya untuk berkomunikasi dengan Nazaruddin guna memastikan keberadaannya, bagaimana kondisinya, dan apa yang akan dilakukan.

Tim yang terdiri dari Jafar Hafsah, Ketua DPP Demokrat Sutan Bhatoegana, dan Wakil Ketua Umum Demokrat Jhony Allen Marbun, Sabtu pekan lalu, hanya bertemu dengan Nazaruddin di Singapura. Tim tidak membawanya pulang.

Berbagai dugaan itu bisa diatasi jika Demokrat dapat membawa Nazaruddin kembali ke Indonesia. ”Demokrat seharusnya aktif berusaha membawa pulang Nazaruddin sebab masalah yang ditimbulkannya terjadi saat dia ada di kepengurusan partai. Apalagi, sejumlah petinggi Demokrat juga berkali-kali menjanjikan kehadiran Nazaruddin jika dipanggil KPK,” ucap Airlangga.

Mubarok menanggapi, Yudhoyono dan Anas hanya berbeda pendekatan dalam kasus Nazaruddin. Perbedaan ini terjadi karena Anas lebih mengenal Nazaruddin secara pribadi.

”Anas ingin segala sesuatu diberi ruang lebih dulu untuk klarifikasi. Sedangkan Pak Yudhoyono tegas dalam kemauan. Namun, iklim politik saat ini membuat (perintahnya) bisa lain ketika ke bawah,” papar Mubarok.

Mubarok menilai, kasus Nazaruddin adalah ujian bagi Partai Demokrat. ”Inilah risiko pemimpin, partai terbesar, dan ujian bagi komitmen kami agar dapat naik kelas. Kami yakin akhirnya akan naik kelas,” ucapnya.

Wisma atlet

KPK, Kamis, juga memastikan akan memeriksa Nazaruddin dalam kasus dugaan suap dalam pembangunan wisma atlet, Senin mendatang. Nazaruddin akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Direktur Pemasaran PT Anak Negeri Mindo Rosalina Manulang. Nazaruddin tercatat sebagai pendiri PT Anak Negeri.

Juru Bicara KPK Johan Budi SP mengatakan, surat panggilan telah dilayangkan ke kediaman dan kantor Nazaruddin di Gedung MPR/DPR/DPD, Senayan. ”Hari Senin nanti yang bersangkutan akan diperiksa untuk kasus suap di Kementerian Pemuda dan Olahraga,” katanya. Dugaan korupsi proyek wisma atlet juga melibatkan mantan Sekretaris Kemenpora Wafid Muharam dan Manajer PT Duta Graha Indah (DGI) Mohamad El Idris. Mindo, Wafid, dan Idris sudah berstatus sebagai tersangka.

Menurut Johan, untuk pemeriksaan pada kasus dugaan korupsi pengadaan sarana dan prasarana di Ditjen PMPTK Kemendiknas, Nazaruddin baru sebatas dimintai keterangan dalam kaitan penyelidikan yang dilakukan KPK.

Ahli hukum tata negara dari Universitas Andalas, Padang, Saldi Isra, mengatakan, pemeriksaan KPK atas Nazaruddin dalam kasus dugaan suap di Kemendiknas tak boleh meninggalkan pemeriksaan kasus suap pembangunan wisma atlet.

Seperti Nazaruddin, Neneng juga telah dicegah oleh KPK sejak 31 Mei 2011 dengan masa pencegahan (larangan ke luar negeri) selama setahun. Sekretaris Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia M Indra mengatakan, perintah pencegahan diedarkan pada hari yang sama. Namun, diduga Neneng sudah di luar negeri. (nwo/iam/bil/ina/nta)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com