Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kehancuran Bukit Tigapuluh

Kompas.com - 04/06/2011, 04:32 WIB

”Tanah Ini Milik Kerajaan Melayu Kesultanan Sultan Taha, luas 24.338 ha”. Papan pemberitahuan itu tertancap di tengah hutan negara yang sejak setahun terakhir dikelola PT Lestari Asri Jaya untuk hutan tanaman industri di Kabupaten Tebo, Jambi.

Di belakang plang itu, Jumat (6/5), orang sibuk membersihkan lahan yang habis dibakar. Ada yang mempersiapkan media tanam. Lainnya menebangi pohon-pohon besar dengan mesin. Hamparan itu tengah disiapkan untuk pembibitan ratusan ribu sawit sejak sebulan terakhir.

Kesibukan mereka langsung terhenti melihat kami mendekat. Krismanko Padang yang datang bersama kami langsung mendekat dan menginterogasi mereka. ”Kalian ini pemilik tanah atau hanya pekerja?” tanya Koordinator Polisi Hutan dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam Jambi ini.

Tak satu pun berani menjawab. Semuanya menunduk. Krismanko terus mendesak. Sihaloho, salah seorang warga, akhirnya bercerita, mereka hanya menggarap lahan milik seorang bernama Sultan Thaha lewat kenalannya bernama Siregar. Atas tawaran Siregar, dia merantau bersama keluarga dari Sumatera Utara ke Tebo.

Mendengar itu, Krismanko menggaruk-garuk kepala. Semua orang tahu Sultan Thaha dikenal sebagai pahlawan kemerdekaan Jambi yang telah meninggal puluhan tahun lalu. ”Kalian ini bodoh atau apa? Kenapa mau ditipu orang yang ngaku Sultan Thaha,” lanjutnya.

Krismanko mengultimatum para pekerja. Jika tidak segera meninggalkan hutan negara tersebut, mereka bakal terjaring operasi gabungan perambahan liar yang secepatnya digelar.

Tidak sampai di situ, Krismanko menegur petugas keamanan PT Lestari Asri Jaya (LAJ) karena membiarkan perambahan berlangsung. Selaku pemegang konsesi hutan tanaman industri (HTI), perusahaan itu seharusnya bertanggung jawab terhadap keamanan hutan dalam wilayahnya. Kenyataannya, pembakaran dan perambahan hutan malah marak sejak perusahaan mulai beroperasi setengah tahun terakhir. Perambah dengan cueknya membangun pondok yang kayunya hasil penebangan dalam hutan.

”Kami sudah pernah menegur mereka agar meninggalkan lahan, tetapi mereka tetap saja di situ,” ujar salah seorang petugas keamanan LAJ yang tidak mau ditulis namanya.

Habitat inti gajah

Konsesi HTI LAJ seluas 61.000 hektar berada di area penyangga Taman Nasional Bukit Tigapuluh (TNBT) yang kondisi tutupan hutannya masih baik, termasuk saat dikelola PT Industries et Forest Asiatiques (IFA) hingga tahun 2003.

Namun, aktivitas perambahan mulai merebak justru pada saat hutan ini memiliki pengelola baru. Padahal, jauh sebelum pemerintah memberi izin HTI bagi PT LAJ, penolakan besar-besaran telah diajukan kalangan lembaga swadaya masyarakat. Koalisi LSM mendesak hutan itu jangan dialihfungsikan untuk HTI karena merupakan hutan dataran rendah Sumatera yang masih tersisa di Jambi. Kawasan ini merupakan habitat inti gajah (Elephas maximus sumatranus) dan harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae), dua satwa yang terancam punah. Setiap melintasi kawasan ini, kami pun masih kerap mendapati jejak dan kotoran gajah yang baru melintas.

Forum Konservasi Gajah Indonesia mencatat, kawasan HTI PT LAJ merupakan area jelajah dua kelompok besar gajah, Semambu dan Riau-Jambi. Deforestasi pada kawasan ini berdampak buruk bagi kelangsungan hidup dua kelompok gajah Semambu 117 ekor dan kelompok Riau-Jambi 47 ekor. Meluasnya pembukaan hutan untuk industri bakal mengakibatkan kelompok gajah ini punah karena kehilangan ruang hidup dan sumber makanan.

Berdasarkan analisis citra tahun 1985, diketahui 95 persen kawasan Bukit Tigapuluh yang meliputi Provinsi Jambi dan Riau dengan luas 651.232 hektar ini masih berupa hutan. Pada 2005 atau 20 tahun kemudian, tutupan hutan tersisa 77 persen. Tahun 2010 tinggal 49 persen.

Deforestasi di kawasan Bukit Tigapuluh berlangsung sangat masif. Tidak hanya perambahan, pembalakan liar juga menghancurkan tatanan hutan alam.

BKSDA Jambi mencatat selama 2010 ditemukan 302 titik aktivitas pembalakan liar. Pencurian dan distribusi kayu ilegal paling marak pada hutan produksi dan hutan produksi terbatas di 223 lokasi. Selebihnya dalam area penggunaan lain 67 titik dan TNBT 2 titik. Pembalakan liar marak di Kecamatan Serai Serumpun, Sumay, dan Tebo Tengah di Kabupaten Tebo.

Deforestasi tidak hanya disebabkan aktivitas ilegal. Pembersihan lahan dan pengangkutan kayu untuk kepentingan industri malah lebih dominan.

Koordinator Program Bukit Tigapuluh dari Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi Diki Kurniawan mensinyalir, pengangkutan kayu alam dari hutan ekosistem Bukit Tigapuluh mencapai 300-500 truk per hari. Terbanyak melintasi jalan koridor yang dibangun anak usaha Sinar Mas Forestry. Kayu alam diangkut hampir tanpa henti dari kawasan HTI PT Tebo Multi Agro dan PT Wanamukti Wisesa untuk diolah menjadi produk kertas dan bubur kertas. Ukuran kayu umumnya sangat besar, 50-70 sentimeter. Itu menandakan usia tanaman berkisar 40 tahun ke atas.

Kepala Seksi Perlindungan Hutan Dinas Kehutanan Tebo Sumarjo mengaku sulit menghadapi maraknya aktivitas ilegal dalam kawasan hutan produksi. Apalagi, pembalakan dan perambahan terjadi merata di banyak tempat. Namun, pencegahan akan tetap dilakukan.

”Pembalakan dan perambahan liar selama ini dibiarkan semua pihak. Itu sebabnya, deforestasi semakin parah,” ujar Kepala BKSDA Jambi Tri Siswo.

Jadi, akankah ancaman kehancuran hutan ini akan terus dibiarkan? Jika begitu, mungkin kita tidak perlu lama menunggu, bencana ekologi besar menimpa anak cucu. (Irma Tambunan)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com