Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dana dari Nazaruddin Seharusnya Dibekukan

Kompas.com - 01/06/2011, 05:14 WIB

Jakarta, Kompas - Partai Demokrat seharusnya membekukan dana partai yang diperoleh mantan bendahara umumnya, Muhammad Nazaruddin. Apalagi pencopotan Nazaruddin dari jabatannya karena dinilai melanggar etika. Sanksi tanpa membekukan dan mengaudit dana partai yang diperoleh Nazaruddin bisa dianggap sebagai tindakan yang tidak adil.

Demikian diingatkan peneliti senior di Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Syamsuddin Haris, Selasa (31/5) di Jakarta. Tak adil jika Nazaruddin dicopot, tetapi dana yang dihasilkannya dinikmati pengurus Demokrat.

Menurut Syamsuddin, janganlah Nazaruddin dikorbankan, tetapi sebenarnya ada upaya penyelamatan partai. Nazaruddin mengumpulkan dana atas perintah partai. Karena itu, harus ada audit untuk memastikan dana dari Nazaruddin diperoleh dengan tak melanggar etika.

Sekretaris Dewan Kehormatan Partai Demokrat Amir Syamsuddin, dalam beberapa kesempatan, mengakui, Nazaruddin menyetorkan dana senilai Rp 13 miliar ke partai. Namun, tidak dijelaskan sumber dana itu.

F-PD akan menjemput

Secara terpisah, Fraksi Partai Demokrat (F-PD) DPR mengutus beberapa anggotanya untuk berkomunikasi dan menjemput Nazaruddin yang kini berada di Singapura. Nazaruddin dikaitkan dengan kasus suap proyek wisma atlet SEA Games di Palembang, Sumatera Selatan, dan pemberian uang kepada Sekretaris Jenderal Mahkamah Konstitusi (MK) Janedjri M Gaffar senilai 120.000 dollar Singapura.

”Sudah kami tugaskan beberapa orang, termasuk Sutan Bathoegana, untuk bertemu dengan Nazaruddin. Besok (Rabu ini) mereka akan bertemu di sana,” ungkap Ketua F-PD Jafar Hafsah di Senayan, Jakarta.

Menurut Sekretaris F-PD DPR Saan Mustopa, fraksi mendorong agar Nazaruddin kembali ke Tanah Air secara sukarela.

Sutan, yang dijumpai terpisah, mengaku akan ke Singapura pada Rabu ini atau Kamis pagi untuk menemui Nazaruddin. Jika kondisi memungkinkan, ia akan mengajak Nazaruddin kembali ke Indonesia. Dengan demikian, sebelum dipanggil Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), ia sudah berada di Indonesia.

Aktivis Gerakan Indonesia Bersih, Adhie M Massardi, dan Sekretaris Jenderal Dewan Pengurus Pusat Asosiasi Pembayar Pajak Indonesia Sasmito Hadinagoro, Selasa, mendesak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, selaku Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat, untuk segera meminta Nazaruddin pulang. Hal itu adalah langkah nyata untuk membuktikan komitmen Presiden dalam pemberantasan korupsi di Tanah Air.

Menurut Adhie, kesalahan Nazaruddin adalah pergi ke Singapura. Saat mengetahui dirinya dicegah (dilarang ke luar negeri), ia seharusnya lekas kembali ke Jakarta. Nazaruddin adalah anggota DPR dan pengurus partai yang semestinya memberikan teladan kepada masyarakat.

Sasmito menilai, penyelesaian kasus Nazaruddin bisa menjadi langkah untuk menelisik kasus lain. Jika pemerintah konsekuen pada janji mewujudkan pemerintahan yang bersih, semua pejabat atau penyelenggara negara yang diduga terlibat korupsi harus diproses hukum secara adil.

Menpora diperiksa

Sementara itu, KPK meminta keterangan Menteri Pemuda dan Olahraga Andi A Mallarangeng di Jakarta, Selasa. Seusai menjalani pemeriksaan, Andi mengatakan, tak ada kebijakan soal dana talangan di Kementerian Pemuda dan Olahraga terkait proyek wisma atlet SEA Games.

Perkara suap itu, selain dikaitkan dengan Nazaruddin, juga menyeret mantan Sekretaris Kemenpora Wafid Muharam. Saat ditangkap KPK di ruang kerjanya, 21 April lalu, Wafid bersama Direktur Pemasaran PT Anak Negeri Mindo Rosalina Manulang dan Manajer PT Duta Graha Indah (DGI) Mohammad El Idris. PT DGI adalah kontraktor pembangunan wisma atlet. Nazaruddin adalah pendiri PT Anak Negeri.

Dalam penangkapan itu, KPK menemukan cek senilai Rp 3,2 miliar dan uang tunai 128.148 dollar Amerika Serikat, 13.070 dollar Australia, 1.955 euro, serta Rp 73,171 juta. Cek dan uang itu disebut sebagai dana talangan untuk proyek wisma atlet.

”Kalau mengenai dana talangan, saya tidak pernah dilapori. Itu juga bukan kebijakan dari kementerian,” ungkap Andi sebelum masuk ke mobil.

Andi dipanggil sebagai saksi dalam kasus suap yang diduga melibatkan Wafid. Selain Wafid, KPK juga menetapkan Mindo dan Idris sebagai tersangka. Nazaruddin baru akan dipanggil sebagai saksi.

Menurut Andi, ia mendapatkan sejumlah pertanyaan dari penyidik KPK terkait dengan tanggung jawabnya sebagai Menpora dalam pembangunan wisma atlet di Palembang.

Andi pun mengaku terkejut saat KPK mendatangi Kemenpora. Ia juga membantah sebagai orang yang melaporkan soal adanya dugaan penyuapan di kantornya.

Terkait kasus Nazaruddin, Andi memilih bungkam.

(ray/nta/fer/nwo/bil/iam)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com