Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Salah Kaprah Pendaftaran "Online" Siswa SD

Kompas.com - 30/05/2011, 12:36 WIB

Oleh Hendrawarman Nasution

KOMPAS.com - Entah ide yang terlalu cemerlang atau karena uang proyek yang dapat menanggung untung dari kantong rakyat, ternyata setelah dikajiulang dan direnungkan dengan kepala dingin, ide untuk "meng-online-kan" penerimaan siswa didik baru adalah omong kosong. Sistem online ini merupakan kebodohan yang diabsahkan.

Penerimaan dan pendaftaran siswa SD baru di Provinsi DKI mulai 2011 ini telah mempergunakan teknologi canggih yang mengharuskan calon wali murid mendaftarkan diri secara online. Penerimaan seorang siswa akan dibatalkan apabila ia belum terdaftar dalam database online.

Alasan utama pemakaian sistem ini adalah untuk memungkinkan seluruh calon siswa memperoleh hak mereka secara equal dan terhindar dari oknum-oknum yang ingin memanfaatkan masa penerimaan siswa baru untuk memancing di air keruh. Dengan adanya pendaftaran sistem online ini, calon siswa yang tidak memenuhi syarat untuk mendaftar menjadi hampir tidak mungkin lagi. Lho, mengapa demikian?

Dengan penerapan sistem online ini, urutan siswa yang layak diterima akan tertata secara otomatis karena database komputer yang mengambilalih tugas melakukan verifikasi awal. Dengan kata lain, apabila calon siswa baru tidak memenuhi kriteria utama, yaitu umur, maka ia akan tersingkir secara otomatis dari daftar. Misalnya, jika wali murid mengisi umur anaknya kurang dari prasyarat utama, yaitu 7 tahun, maka ia akan tersingkir secara otomatis. Walaupun, pada kenyataannya, sistem ini tidak menutup kemungkinan seseorang untuk "berbohong" ketika mengisi formulir pendaftaran online, yaitu dengan mengisi umur sesuai prasyarat.

Pertanyaannya, apakah pemakaian sistem ini merupakan lompatan jauh ke depan yang telah mempertimbangkan azas manfaat dan efisiensi? Jangan-jangan, ini hanya upaya oknum dinas pendidikan untuk menciptakan proyek tidak berguna yang menghambur-hamburkan uang rakyat tapi tidak efektif dan efisien, seperti kekacauan penerimaan siswa SMU pada peristiwa “bottleneck” penerimaan siswa SMU tahun lalu.

Salah kaprah

Pemakaian online dalam penerimaan murid baru memperlihatkan, seolah-olah institusi dinas pendidikan telah maju dan melek teknologi dan informasi. Namun, jika dikaji ulang, ternyata hal ini malah mempersulit dan memberikan inefisiensi pada masyarakat. Mengapa demikian?

Pertama, selain hanya beberapa gelintir wali murid yang memiliki komputer di rumah masing-masing, penerapan sistem ini malah akan merepotkan wali murid dalam melakukan registrasi. Seperti kita ketahui, bahwa hanya sebagian kecil saja dari wali murid yang melek IT dan dapat mengoperasikan komputer/internet. Kebanyakan wali murid adalah buta IT maupun teknologi internet. Mungkin, beberapa wali murid pernah mendengar istilah teknologi ini, tapi kebanyakan belum pernah mendengar, apalagi mengoperasikannya.

Dengan demikian, dapat dibayangkan bahwa tingkat kekacauan yang akan terjadi. Kondisi masyarakat yang dapat membuat penerapan sistem menjadi kontraproduktif bukannya tidak diketahui dinas pendidikan maupun Kementrian Pendidikan Nasional, namun penerapan sistem penerimaan siswa baru secara online tetap dilakukan. Bisa dikatakan, kondisi ini jelas menjauhkan konsep penerapan sistem yang seharusnya berazaskan kemudahan dan kesederhanaan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com