Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rapat Koordinasi di Puri Cikeas

Kompas.com - 29/05/2011, 03:03 WIB

Jakarta, Kompas - Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono kembali memanggil pengurus partainya ke Puri Cikeas, Bogor, Sabtu (28/5) malam. Pemanggilan itu diduga terkait kasus Muhammad Nazaruddin, terutama beredar pesan singkat dengan nomor dari Singapura.

Sampai pukul 23.00, rapat di rumah pribadi Yudhoyono itu masih berlangsung. Sebelumnya, Rabu lalu, 225 pengurus dan anggota DPR dari Partai Demokrat juga berkumpul di Puri Cikeas untuk rapat koordinasi dengan Yudhoyono.

Sabtu sekitar pukul 20.00, Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum mengadakan pertemuan di kantor Partai Demokrat di kawasan Kramat, Jakarta Pusat. Hadir antara lain Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Edhie Baskoro Yudhoyono dan Ketua Fraksi Partai Demokrat di DPR Jafar Hafsah. Angelina Sondakh, anggota Komisi X DPR yang sempat disebut diduga terlibat dalam kasus suap pembangunan wisma atlet di Palembang, juga hadir.

Namun, sekitar pukul 20.40, Anas keluar. Sesaat sebelum memasuki mobilnya, Anas mengatakan, pertemuan itu merupakan rapat konsolidasi untuk melanjutkan rapat-rapat sebelumnya. Setelah itu, Anas pergi dengan mobil B 69 AUD, didampingi Saan Mustopa, Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat. Saan menuturkan, mereka akan pergi ke Cikeas.

Ketua Divisi Komunikasi dan Informasi DPP Partai Demokrat Andi Nurpati mengatakan, pertemuan diakhiri karena Yudhoyono memanggil sejumlah pengurus Partai Demokrat ke Cikeas. Pemanggilan itu, ujar Andi, terkait perkembangan terakhir dalam kasus Nazaruddin, khususnya beredarnya layanan pesan singkat dari nomor +6584393907. Pengirim SMS yang berasal dari nomor Singapura itu mengaku bernama Nazaruddin. Ia mengaku dijebak dan dikorbankan serta akan membalas dengan membongkar sejumlah skandal yang disebutnya melibatkan petinggi Partai Demokrat.

Kompas tidak mendapatkan jawaban saat menghubungi kembali nomor pengirim SMS itu. Kepada sejumlah media, Nazaruddin yang diduga berada di Singapura menyangkal sebagai pengirim SMS tersebut.

Andi Nurpati menuturkan, Partai Demokrat menilai SMS itu sebagai fitnah, bagian dari serangan pihak luar. ”Beliau (Anas, saat pertemuan) tidak menyatakan akan melakukan tindakan hukum, tetapi kami diminta mencermati itu. Kader dan pimpinan Partai Demokrat diminta sabar,” ujar Andi.

Harus aktif

Terkait kasus perginya Nazaruddin ke luar negeri, menurut Airlangga Pribadi Kusman, pengajar Ilmu Politik Universitas Airlangga (Unair), Surabaya, Partai Demokrat harus lebih aktif berusaha membawa pulang Nazaruddin ke Indonesia.

”Partai Demokrat tidak cukup hanya mengimbau Nazaruddin kembali ke Indonesia. Partai Demokrat harus dapat memastikan kepulangan Nazaruddin jika Komisi Pemberantasan Korupsi membutuhkannya untuk diperiksa,” katanya. Jika dibutuhkan, Partai Demokrat bahkan juga perlu ke Singapura menjemput Nazaruddin.

”Partai Demokrat dapat dituding melakukan pembiaran dan bahkan melindungi Nazaruddin jika hanya mengimbaunya kembali ke Indonesia, tetapi ternyata hingga dipanggil KPK, yang bersangkutan tetap belum muncul,” tutur Airlangga.

Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, Bahtiar Effendy menambahkan, setidaknya yang harus dilakukan Partai Demokrat saat ini adalah memastikan keberadaan Nazaruddin di Singapura dan apa kepentingannya.

Jika memang sudah tidak ada kepentingan mendesak di Singapura, lanjut Bahtiar, Nazaruddin sebaiknya segera kembali. Jika Nazaruddin menghindar, akan semakin menguatkan dugaan keterlibatannya di kasus korupsi pembangunan wisma atlet. Akibatnya, citra Partai Demokrat dan Nazaruddin semakin buruk.

Secara terpisah, Sekretaris Divisi Kominfo DPP Partai Demokrat Hinca Panjaitan menuturkan, partainya belum berpikir menggunakan upaya yang lebih jauh selain mengimbau Nazaruddin pulang ke Indonesia dan menjalani proses hukum jika memang ada. Sejak Senin (23/5), menurut Hinca, Partai Demokrat sudah tidak memiliki kontak dengan Nazaruddin. Ia mengaku tidak dapat berkomentar terkait adanya SMS yang mengaku berasal dari Nazaruddin itu.

Guru Besar Ilmu Politik FISIP Unair, Surabaya, Ramlan Surbakti menyatakan, langkah terbaik yang harus dilakukan Nazaruddin adalah mengundurkan diri saat kasusnya muncul. ”Dia sebenarnya bisa bicara kalau tidak bersalah, ’proses hukum belum selesai, tapi demi Partai Demokrat, lebih baik saya mundur’. Ini justru lebih baik. Sekarang citra Partai Demokrat harus dipulihkan,” katanya. (NWO/LOK)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com