Wartawan Kompas
Pertemuan delegasi Indonesia dan delegasi Arab Saudi yang dipimpin Menteri Tenaga Kerja Arab Saudi Adel Mohammad Fakeih di Jeddah, Sabtu dan Minggu, ini sangat strategis dan akan menjadi catatan sejarah jika kedua negara mau membuat nota kesepahaman perlindungan TKI. Hal ini menjadi penting karena semakin mengukuhkan sikap Pemerintah Arab Saudi menjunjung tinggi nilai kemanusiaan dan keadilan hukum.
Rakyat kedua negara juga memiliki harapan besar dari pertemuan ini. Seperti diketahui, sejak kasus majikan di Madinah menganiaya Sumiati, TKI asal Sumba, Nusa Tenggara Barat, mencuat akhir tahun 2010, minat calon TKI ke Arab Saudi merosot drastis.
Kedutaan Besar Republik Indonesia di Riyadh dan Konsul Jenderal RI di Jeddah pun memperketat persyaratan bagi calon pengguna jasa TKI pembantu rumah tangga. Mereka yang ingin mempekerjakan TKI di rumahnya harus menunjukkan surat kelakuan baik, denah rumah, jumlah penghuni, sampai penghasilan agar TKI mendapat tempat bekerja yang layak.
Selama enam bulan terakhir, jumlah calon TKI yang berangkat ke Arab Saudi anjlok sampai 70 persen. Saat ini pelaksana penempatan tenaga kerja Indonesia swasta (PPTKI) hanya mampu menempatkan 4.500-an TKI ke Arab Saudi dari biasanya 15.000 orang per bulan.
Arab Saudi merupakan negara tujuan penempatan tenaga kerja Indonesia terbesar kedua setelah Malaysia. Sedikitnya 1,5 juta TKI bekerja di Arab Saudi yang sebagian besar perempuan dan berada di sektor domestik, seperti pembantu rumah tangga.
Menurut Staf Khusus Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Abdul Wahid Maktub, yang pernah menjabat Konsul Jenderal RI di Jeddah dan Duta Besar RI di Qatar, dewan penasihat atau mufti Kerajaan Arab Saudi menginginkan persoalan yang menyangkut TKI bisa segera selesai. Oleh karena itu, pemerintah kedua negara berharap, pertemuan ini dapat membangun fondasi penempatan dan perlindungan TKI.
Dihubungi di sela pertemuan antar-anggota parlemen se-