Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Apresiasi Pembatalan Gedung

Kompas.com - 25/05/2011, 02:59 WIB

Jakarta, Kompas - Pembatalan rencana gedung baru Dewan Perwakilan Rakyat patut dihargai karena pimpinan lembaga itu akhirnya mau mendengar kritik dari masyarakat. Namun, penggunaan dana dalam proses persiapan pembangunan selama ini tetap perlu diaudit.

Harapan itu disampaikan secara terpisah oleh Koordinator Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Sebastian Salang dan Direktur Lingkar Madani untuk Indonesia (LIMA) Ray Rangkuti di Jakarta, Selasa (24/5). Keduanya menghargai pimpinan DPR yang akhirnya membekukan atau membatalkan rencana gedung baru itu sebagai langkah bijak di tengah kesimpangsiuran teknis dan dana pembangunan, serta kritik gencar dari masyarakat.

Menurut Sebastian, pembatalan gedung baru DPR mencerminkan pimpinan lembaga itu akhirnya mau mendengar suara rakyat. ”Namun, patut juga disesalkan karena pembatalan baru dilakukan setelah begitu panjang tekanan publik yang menyebabkan citra lembaga itu terpuruk. Kalau pembekuan dilakukan sejak awal, Dewan tak perlu menerima caci-maki, bahkan seniman melukiskan lembaga itu sebagai 'WC umum’,” katanya.

Gonjang-ganjing rencana gedung baru hingga pembatalan sekarang ini memperlihatkan perencanaan di DPR yang tak beres, kontrol lemah, dan sistem koordinasi yang buruk. Ini harus jadi pelajaran bahwa semua kebijakan semestinya melalui perencanaan matang dengan mempertimbangkan berbagai aspek. Apalagi DPR punya tugas membuat anggaran dan mengawasi pemerintah.

Dengan pembatalan ini, masalah pembangunan gedung baru DPR tak serta-merta selesai. Dana sekitar Rp 14 miliar yang sudah dikeluarkan selama proses persiapan pembangunan harus diaudit. Jika pimpinan menyatakan ada kesalahan teknis, berarti ada sesuatu yang tidak beres. ”Harus dibuktikan bahwa tidak ada dana yang diselewengkan. Itu uang negara yang harus digunakan dengan benar. Jangan sampai ada satu rupiah pun yang dikorupsi,” katanya.

Ray Rangkuti berharap, DPR mau menjadikan momentum ini sebagai bahan introspeksi diri. Salah satunya dengan mengevaluasi hubungan antara DPR dan Sekretariat Jenderal DPR. Selama ini tidak ada akses bagi publik, bahkan mungkin bagi anggota DPR sendiri, untuk memperoleh informasi terkait penggunaan dana negara di DPR. Langkah-langkah Setjen kerap bukan hasil putusan seluruh anggota DPR. ”Peran Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) DPR yang seolah-olah menjadi penentu tunggal kepentingan fisik DPR juga harus diubah. Semestinya kembalikan peran BURT semata-mata hanya mengajukan anggaran, sementara penentuan anggaran tetap di tangan anggota DPR,” katanya.

Secara terpisah, Wakil Ketua DPR Pramono Anung menegaskan, pimpinan DPR memutuskan untuk membekukan rencana pembangunan gedung baru karena lembaga itu mendengar aspirasi dari masyarakat. Apalagi, masih banyak masalah teknis dan nonteknis yang belum selesai. Sementara ini DPR akan memaksimalkan penggunaan gedung yang sudah ada dengan kemungkinan sedikit renovasi.

Pembekuan itu tidak dibatasi waktu. Karena itu, DPR periode 2009-2014 ini tidak akan ngotot lagi membangun gedung baru. ”Mungkin saja pembangunan gedung baru bukan DPR dalam periode ini, mungkin oleh DPR periode depan atau depannya lagi,” katanya.

Ditanya soal pertanggungjawaban dana yang sudah dikeluarkan dalam proses persiapan pembangunan selama ini, Pramono mengaku tidak mengetahui secara detail. (IAM)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com