Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Partai Koalisi "Nakal" Bisa Ditendang

Kompas.com - 24/05/2011, 09:31 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Kontrak koalisi baru yang ditandatangani oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan para pemimpin partai koalisi ternyata memuat poin sanksi (punishment) yang lebih keras terhadap partai koalisi yang nakal. Mereka yang tak sepaham bisa langsung "ditendang" dari koalisi.

Hal ini diakui Ketua DPP PKB Marwan Jafar dan Ketua DPP PAN Tjatur Sapto Edy kepada wartawan di DPR, Senin (23/5/2011) malam. "Iya, memang begitu. Intinya, keputusan itu diserahkan kepada Presiden sebagai ketua koalisi. Semua hal menyangkut anggota yang nakal sepenuhnya ada di tangan ketua koalisi kalau enggak sepaham apakah itu masih dipertahakan atau tidak," ungkap Marwan.

Menurut dia, perubahan klausul ini cukup memuaskan bagi PKB karena soal reward and punishment pada kontrak sebelumnya tidak jelas diatur. Marwan menilainya sebagai peningkatan ketegasan dari pemimpin koalisi. "Dari yang kemarin ini lebih ada peningkatan. Kalau ada yang nakal, sekarang bisa untuk menendang. Selama ini tidak ada aturan yang detail. Jadi, presiden itu punya hak ibarat ketatanegaraan, termasuk kalau menteri mau dicopot, itu hak prerogatifnya," tambah Marwan.

Tjatur yang tengah mengikuti rapat hanya menjawab singkat ketika ditanya tentang klausul baru ini. Namun, Wakil Ketua Komisi III ini mengakui keberadaan klausul ini. "Iya, iya, memang ada begitu," katanya.

Menurut dia, klausul baru itu menyebutkan, Presiden Yudhoyono sebagai pemimpin koalisi berhak melakukan evaluasi terhadap partai koalisi jika memutuskan berbeda secara substansial dengan garis kebijakan koalisi. Tjatur mengatakan, partai-partai koalisi berharap ini bisa menguatkan sistem presidensial.

"Jad,i kalau berbeda secara substansial, ya Presiden bisa mengevaluasi kapan saja sesuai kebutuhan. Kedua, kalau ada hal substansial yang berbeda, pemimpin koalisi bisa memutuskan supaya tidak masuk dalam koalisi lagi," tambahnya.

Kemudian, Marwan menambahkan, maksud "sepaham" dalam kontrak koalisi baru ini berarti melakukan apa yang digariskan oleh koalisi, yaitu kesepakatan yang sudah disetujui dalam koalisi. Jika melanggar, lanjutnya, bisa dikeluarkan. "Iya, ini seperti yang kami inginkan, ada reward and punishment. Punishment-nya bisa dikeluarkan. Reward juga kita serahkan ke Presiden. Tapi yang jelas, ada di skema saat ini. Sekarang lebih tertib," ujar anggota Komisi V DPR ini.

Baik Marwan maupun Tjatur sepakat bahwa aturan baru ini bisa membuat hubungan antarpartai koalisi lebih tertib dan lebih tegas. PKB dan PAN menyambut baik klausul baru dalam draf kontrak koalisi yang sudah ditandatangani pemimpin partai itu.

Kemarin sore, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Djoko Suyanto menggelar jumpa pers mengenai empat substansi nota kesepakatan koalisi yang baru. Isinya meliputi, pertama, memperkuat komunikasi politik antara Presiden, Wakil Presiden, dan ketua partai.

Kedua, intensifikasi komunikasi politik antara ketua partai dan ketua fraksi di parlemen maupun jajarannya sesuai dengan kesepakatan koalisi di tingkat yang lebih tinggi.

Ketiga, nota kesepakatan koalisi tetap membuka ruang untuk demokrasi dan fungsi pengawasan parlemen tetap dapat dijalankan.

Sementara poin keempat adalah penguatan sistem presidensial, seperti kewenangan presiden dalam penempatan jumlah menteri sesuai dengan undang-undang dan kebutuhan. Kontrak koalisi ini ditandatangani semua pucuk pimpinan partai kecuali Partai Golkar yang diwakili oleh Wakil Ketua Umum Partai Golkar Agung Laksono.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com