Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pesan Anak Aceh untuk Anak Jepang

Kompas.com - 18/05/2011, 21:55 WIB

BAGI warga Banda Aceh, bencana gempa dan tsunami Jepang memantik kesan prihatin tersendiri.

Bukan hanya karena tragedi serupa pernah terjadi di Aceh, tapi mereka tak pernah lupa kesigapan Pemerintah Jepang dan sukarelawannya membantu korban tsunami Aceh, pada Desember 2004 silam. Melalui goresan pada kertas, anak-anak Aceh mencoba mengungkapkan simpati dan keprihatinan itu.  

Takut, itulah kalimat yang keluar dari bibir Alfi Syahrir (10), saat dit anya kesannya mengenai tsunami. Rabu (11/5) sore itu, bersama 25 anak lainnya, dia mengikuti lomba melukis anak Aceh untuk anak Jepang di studio alam, kedai kopi Apa Kaoy, Banda Aceh.

Saat tragedi gempa dan tsunami Aceh terjadi, Alfi masih berusia 4 tahun. Yang masih terekam di benaknya akan peristiwa itu adalah rumah-rumah rusak dan gelontoran air laut yang merendam rumahnya di Kampung Peniti, Banda Aceh, hingga setinggi 1,5 meter. Kengerian yang merusak keasyikannya menonton film seri kartun Jepang Doraemon, Minggu (26/12) pagi itu.  

"Setelah gempa itu listrik mati. Saya nggak bisa lagi menonton Doraemon. Tiba-tiba saya digendong Ayah lari naik kereta (sepeda motor). Keliling-keliling. Toko-toko rusak. Banyak orang yang menangis," tutur Alfi polos.

Dalam benak polosnya, kengerian semacam itulah yang dialami anak-anak Jepang yang dua bulan lalu dilanda gempa dan tsunami. Jari jemari kecilnya pun menggoreskan pemandangan kerusakan itu di atas kertas putih. Dua orang anak masing-masing memegang bendera Indonesia dan Jepang, bergandengan tangan di antara puing-puing kerusakan.  

"Anak-anak Jepang pasti takut seperti anak-anak Aceh waktu tsunami. Jadi, kami harus bergandengan tangan dengan mereka agar tidak takut lagi," ucap Alfi, mencoba menjelaskan tentang lukisannya itu.

Rata-rata usia peserta lomba lukis Rabu siang itu adalah anak umur 8 tahun hingga 13 tahun. Saat tsunami melanda, sebagian besar mereka masih anak balita. Pikiran kecil mereka sempat merekam detik-detik tragedi yang menewaskan banyak warga Aceh tersebut. Dengan begitu, tak begitu sulit bagi mereka menggambarkan tentang tsunami ke dalam gores lukisan.

Umumnya mereka membubuhkan dalam lukisan simbol-simbol anak Aceh dan Jepang. Simbol itu beraneka macam, ada dalam berupa pakaian adat, bendera, baik bangunan khas Aceh maupun Jepang.  

"Saya ingin nanti anak-anak di Jepang melihat lukisan saya. Biar mereka tetap semangat seperti anak-anak Aceh," tutur Eva Susanti (10), peserta lomba lainnya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com