Jakarta, Kompas
”Memang dulu kami mengajukan agar diterapkan tindakan pengamanan (
Menurutnya, peninjauan ulang tersebut sangat penting agar tidak terjadi konflik antara industri hilir dan hulu. ”Komisi Pengamanan Perdagangan Indonesia harus bijak menyikapinya. Kalau memang ada yang terdampak, seberapa banyak dan di titik mana saja,” katanya.
Fajar mengatakan, permohonan tindakan pengamanan dilakukan ketika ada indikasi lonjakan impor saat semua produsen bahan baku plastik nasional masih beroperasi. Ternyata sejak November 2010 sebuah perusahaan tidak beroperasi lagi. Akibatnya, pasokan bahan baku terganggu. Karena itu, tindakan pengamanan perlu ditinjau ulang sampai perusahaan itu pulih.
Sebanyak tiga asosiasi industri hilir nasional menyatakan menolak pemberlakuan tindakan pengamanan bahan baku plastik impor. Ketua Umum Asosiasi Industri Kemasan Fleksibel Indonesia (Rotokemas) Felix S Hamidjaja, sebagai salah satu asosiasi yang mengajukan keberatan, mengatakan, ketergantungan industri terhadap pasokan polipropilena impor masih tinggi. Tindakan pengamanan justru memperlemah daya saing industri nasional.
”Kalaupun nanti perusahaan itu beroperasi normal, kami tidak yakin pasokan bahan baku plastik akan normal karena pasokan dalam negeri memang belum memadai. Saat ini harga bahan baku terus naik seiring dengan naiknya harga minyak. Kalau masih dibebani tindakan pengamanan, industri hilir bisa kelimpungan,” tuturnya.
Berdasarkan data Inaplas, sebanyak 40 persen kebutuhan bahan baku plastik atau sekitar 1 juta ton bahan baku plastik masih impor. Indonesia diperkirakan baru bisa swasembada polipropilena pada tahun 2020. Kebutuhan bahan baku plastik tahun ini tercatat 2,6 juta ton, tetapi ketersediaan dalam negeri baru 1,6 juta ton.